Skip to main content

#Day 4: Diam Saja

Tampak seperti sebuah kesedihan, tapi bukan. Bukan itu yang ia rasakan, bukan pula kebahagiaan. Entahlah, perasaan yang ia rasakan menjadi begitu abstrak dan getir. Ganjil, tak terutarakan.

Ketika kata-kata tak lagi bisa diandalkan untuk menjelaskan segala hal. Ketika kata-kata telah menjadi sebuah usaha untuk mendekati kebenaran, tapi selalu tersedak di titik "hampir". Hampir benar.

Ia pun memutuskan untuk mencopot kedua tangannya. Membiarkannya di teronggok di atas meja. Menggelepar sebentar lalu diam seperti tangan orang yang pingsan.

Ia tak mau menulis lagi...

Pun tak ingin bicara lagi...

Comments

Unknown said…
ada yang ketinggalan, mulutnya belum dicopot... lol
I'm_Oz said…
:'(
#No coment
#Diam Saja
orange lover! said…
Kena writers block nih ya? :p
Nemo said…
That's right Ika!! That's what I feel :((
Hello I'm Na said…
komenku belum masuk yah ternyata. Udah panjang kali lebar padahal. Huhu.
Writers block itu apa, kak? :O
Nemo said…
Kamu komen apa Lina emangnya Lina? Hihihi

Writer's block itu adalah ketika penulis berada dalam keadaan sangat sulit sekali untuk menulis, ia merasa stuck dan gak punya ide sama sekali mau nulis apa.

Gitu lah kira2 Na :D

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu