Skip to main content

#Day 26: Okesip!

Saya seringkali dengar @yyunikaa atau @__uki menyebutkan kata OKESIP!! belakangan ini. Apakah kata itu jadi trend baru? Padahal saya sudah lama sekali familiar dengan kata okesip tersebut. Dan apakah ada hubungannya? Well, let's see nanti saya tanya mereka.

Dalam lingkungan kerja saya di dunia creative, kata okesip tersebut menjadi kata yang sangat di nanti-nanti, kata yang dipuja-puji, terutama untuk para art director, copywriter dan juga account executive. Setelah mendengar kata itu dari para Group Head, Creative Director ataupun client rasanya seperti habis minum satu gentong air es di gurun sahara. Legaaaaaa!!

Pasalnya sering kali para anak kreatif dibuat repot setengah gila setelah mendapat brief pekerjaan, lalu brainstorming, lalu punya ide, lalu melakukan eksekusi dengan nge-layout misalnya, nah proses eksekusi ini lah yang kadang sangat panjang, butuh proses lama dan juga menyita waktu tenaga dan pikiran. Saat melayout kadang terdapat perdebatan antara ae, dan art director, belum lagi bolak balik dapat revisi dari klien yang minta iklannya begini dan begitu, yang minta semua komponen iklan masuk dalam layout yang minta logo diperbesar yang minta komposisi diubah, atau headline yang kepanjangan minta diringkas dan permintaan-permintaan absurd lainnya dari sang klien. Hal inilah yang membuat si mas art director kessel sampe bilang "Siapa sih art directornya? gue apa lo!!?"

Nah proses kayak gini kadang berlangsung sampe tengah malam bahkan sampe pagi cuma tektokan sama feedback-feedback klien yang besok pagi mesti tayang di media. Setelah layout selesai (meski harus melalui berpuluh-puluh kali revisi) tibalah saatnya mempresentasikan hasil karya tersebut ke group head atau creative director dan juga Bapak dan Ibu klien.

Jeng jeng jeng... satu kata aja yang kita tunggu-tunggu dari beliau setelah melihat layout iklan tersebut, tak lain dan tak bukan yaitu okesip! berarti iklan tersebut layak tayang. Sang mas art director pun langsung bahagia rasanya bagai ikan paus yang melayang di udara. Tapi kalau bukan okesip, berarti siap-siaplah mas art director itu begadang sampe pagi.

Kata okesip ini sih sudah menjadi ritualnya anak-anak advertising sejak jaman purba gak tau deh kalo sekarang sudah jadi bahasa gaulnya anak-anak seperti Ika dan Uki. hehehe.
Mari tanya mereka.

Link berikut gambaran perdebatan antara anak account executive dan anak kreatif. Klik ya! :)

Comments

orange lover! said…
Okesip dikatakan ketika kita menyetujui sesuatu. Okesip? Oke! #kusut
Dessy Aster said…
Oh I see, kirain gitu ada makna terselubung lainnya hehehe

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu