Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Flash Fiction

Dini Hari di Bar

Aku mabuk berat.  Dasar cewek matre!! Berani-beraninya dia meninggalkanku setelah semua hartaku ia kuras. Kurang asem!! Rupanya dapat mangsa baru dia. Masih belum pagi, aku masih sanggup beberapa shot tequila lagi untuk melupakan ia yang baru saja memutuskanku demi jutawan tua, botak, dan jelek itu. Betapa sialnya aku!  Ah, tapi aku harus move on! Buat apa terus memikirkan cewek matre itu! Sekejap ide brilliant untuk move on itu muncul tatkala aku melihat seorang wanita sungguh cantik dengan pakaian yang sungguh menggoda duduk sendiri di pojok sana, mungkin bisa jadi pengobat lukaku. "Mau tambah lagi minumnya? Aku yang traktir!" Sapaku, mencoba seramah mungkin. "Oh ya? Boleh. Margaritanya satu lagi Mas Bartender!"   Oh Tuhan, sungguh dia benar-benar cantik, kemana saja aku selama ini! "Sering nongkrong di sini juga? Kok saya baru lihat kamu di sini." "Iya, baru kali ini, biasanya saya lebih suka di Red Line, Mas!" "...

Masih Ada

Para penonton itu bersorak sorai. Gegap gempita aku dengar dari teriakan-teriakan mereka. "Ayooo Rocky!! Ayo cepat, kamu bisa!!!" "Terus Lucky... Jangan mau kalah sama Rocky, kamu harusnya lebih beruntung dari dia!! Jangan lambat!" "Hap... hap! tinggal sedikit lagi sampai garis finish Rocky!! Ayooooo! Kamu lah yang terhebat Rocky!" Mereka menyemangati kami, aku dan temanku Lucky yang tak seberuntung namanya, berada dalam perlombaan yang tak kami mau. Mereka terus bersorak, bertepuk-tepuk tangan menyemangati kami, kudengar mereka pun bertaruh banyak untuk lomba ini.  Aku melawan temanku sendiri, yang sekarang terlihat begitu letihnya, begitu sakitnya, sungguh aku tak tega melihatnya. Pula aku tak tega berlomba untuk taruhan sinting ini. Oh, maafkan temanmu ini Lucky. Tapi jika aku kalah, aku lah yang akan mati. Tak punya hati kah mereka? Tak adakah seseorang di sini yang masih mempunyai hati nurani? Jarak yang kami tempuh begitu panjangnya...

Pantang Menyerah!

Pak Rukyat terdakwa korupsi itu ingin naik banding dari pengadilan tinggi. Ia masih tak terima hukuman seumur hidup yang dijatuhkan hakim dalam sidangnya yang ke-23, meski sudah banyak bukti-bukti korupsi dan suap yang ia lakukan di sebuah kementerian tempat ia menjabat. Ia menyangkal semua bukti, memperdaya para juri yang hadir. Berkoar-koar ia bahwa ia dijebak, bahwa ini hanyalah konspirasi untuk menjatuhkannya. Ia berhasil mengajukan kasasi. Kini ia berhadapan dengan hakim agung. Alih-alih mendapat keringanan hukuman, dalam Mahkamah Agung Pak Rukyat mendapat vonis mati. Tak ada lagi keringanan untuknya. Hari eksekusinya pun tiba. Pak Rukyat belum juga menyerah! Regu penembak telah siap, malaikat maut telah menunggu. Ia tetap berorasi, berkoar-koar bahwa ia tak bersalah. Duuaarrr!! Tembakan pun dilepaskan. Masih tak mau menyerah di penghujung ajalnya, sebelum menghembuskan nafas terakhir, Pak Rukyat berbisik : "Mati satu... tumbuh seribu!" *tettoott...

Yang Terakhir Kali

Ayah, kita mau kemana? Ke swalayan itu, Nak. Ayah mau belikan kamu baju yang bagus. Benar, Yah? Itu kan swalayan besar Yah, pasti mahal-mahal. Iya, Nak. Gak apa-apa. Asyiikk!! Ayah, aku mau baju yang seperti Princess itu ya, Yah! Apa saja yang kamu suka, ayah belikan, Nak. Aku juga mau sepatu bagus seperti yang dipakai teman-temanku, Yah! Iya, Asyikk, Ayah lagi banyak uang ya? Kok tumben aku mau dibelikan barang-barang bagus? Iya, Nak. Kamu boleh pilih yang kamu suka. Makasih ya Ayah, aku sayang Ayah.  Air mataku tak hentinya berlinang, itu adalah terakhir kalinya aku melihat Tiana, sebelum akhirnya sedan hitam itu membawanya, meronta-ronta, berteriak-teriak memanggil namaku. Terakhir kali aku melihatnya, sebelum ku jual ia, kepada keluarga kaya. *gegara kebanyakan nonton Law & Order SVU*

#Day 5: Kamu di mana?

Kamu di mana? Tolong kembalilah. Tidak tahukah engkau sedari tadi aku gusar, gundah gulana, dan mencak-mencak tak keruan mencarimu. Aku butuh kamu. Tadinya aku pikir kamu sudah berada di kamarku. Lalu aku pun mencari-cari di tiap sudut kamarku. Tapi kau tak terlihat juga. Padahal baru saja kita berbincang-bincang di ruang tamu bukan? Aku hanya meninggalkanmu sebentar saja, kau sudah menghilang. Aku bertanya pada ibu. Ia bilang mungkin kamu ada di kebun bunga matahari. Ehmm mungkin sih.  Ibu terlihat ragu. Aku pun akhirnya berlarian ke kebun bunga matahari. Tapi ternyata fiktif. Itu kebun biasa. Tak ada bunga, tak ada matahari, karena hari sudah malam. Dan kamu pun tak ada di sana. Aku bertanya pada Bapak. Ia menjawab sambil hening membaca koran tentang berita kenaikan harga cabe keriting dan kol gepeng di tanah air. Ia lebih tertarik akan berita ekonomi daripada menjawab pertanyaanku dengan benar. Ia cuma bilang. Mungkin di kamar mandi. Acuh. Aku menuj...