Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2009

Next Month

Next month, I'm gonna be 23... Hmmhh, never won't to leave my 22 actually. Do you know why?? There were a lot of surprises on my 22. Firstly, there was my b'day wishes a year ago, right in Thursday night, a nite before my b'day and it still becomes a manuscript on my diary. It's written like this: "Dear God, I dunno what will happen to me on my 22. All I know that this is my favorite number, the back number of my favorite football player, KAKA (hehehehe). So please don't let me frown all the year, like I used to. Trully god, I want a change! I just wanna be happy this year! Amien" I prayed to God before sleep that nite. I slept dreamlessly, exhausted from beginning my day so early, and sleeping so poorly. Then I was woken by some noise from my cellphone. My dearest friends of course, sent me many b'day messages, Ratna, Cuel, Rio, Tante Tuti, and many. They wished many gud things for me, as if my life's never been in such a weary. In the morn

Time after Time

Lying in my bed I hear the clock tick, and think of you caught up in circles confusion-- is nothing new Flashback--warm nights-- almost left behind suitcases of memories, time after-- sometimes you picture me-- I'm walking too far ahead you're calling to me, I can't hear -- what you've said-- Then you say--go slow-- I fall behind-- the second hand unwinds chorus: if you're lost you can look--and you will find me (time after time) if you fall I will catch you--I'll be waiting (time after time) after my picture fades and darkness has turned to gray watching through windows--you're wondering if I'm OK secrets stolen from deep inside the drum beats out of time--

Apa Kau Melihat Bintang?

"Apa kau melihat bintang?" tanya Tiar kala itu. Kala malam ketika ia dan Dinan duduk bersebelahan pada bukit belakang kota sambil menatap langit yang berantakan oleh bintang dan laut yang tenang di bawah sana. "Tiar, langit malam ini hitam, aku sama sekali tidak melihat bintang diatas sana. Kota telah menjadi begitu gemerlapan oleh lampu-lampunya sehingga batas antara bumi dan langit seakan lenyap. Cahaya bintang tersamarkan oleh megahnya gemintang kota." kata Dinan. Dinan, bicaramu bagai seorang penyair saja, bisik Tiar dalam hatinya. Tiar tersenyum kecil. Ia tahu Dinan akan selalu seperti itu, hal-hal kecil yang nyaris tak terjamah keindahan akan selalu luar biasa jika keluar dari mulut Dinan. Ia bagai pujangga, seorang yang dianugerahi kemampuan untuk menjelaskan segalanya dengan indah, cantik, namun masih terdengar rasional. Dinan hanya berbisik, aku bukan pujangga seperti yang selalu kau bisikkan dalam hatimu, Tiar. Aku hanya cahaya yang redup. Semua yang kukat

Banyak Pilihan Bikin Bingung

Semalaman ini saya asyik sekali ngeblog, gak kerasa udah berjam-jam dan sekarang hampir pagi. Sebenarnya saya bosan dengan layout blog saya ini yang bertemakan "Spring Daisy" dan saya sempat download beberapa layout terbaru yang dikeluarkan oleh B-templates . Banyak sekali yang bagus-bagus hingga saya bingung sendiri memilah-milihnya untuk menggantikan "Spring Daisy" yang setia melatarbelakangi tulisan-tulisan saya selama kurang lebih lima bulan. Dan saya menjatuhkan pilihan saya pada sebuah layout berjudul "Florist". Hmmm lagi-lagi bertemakan bunga (entah kenapa saya begitu suka bunga, mungkin karena terkesan feminin dan indah heehee). Florist ini lebih lucu dan fresh dibandingkan dengan Spring Daisy, tetapi ada konsekuensi yang harus saya ambil jika saya menggantinya dengan florist yaitu ada beberapa widgets yang harus dihapus diantaranya freewebsite wix.com, follower yang jumlahnya 15. Duh sayang banget kalo widgets itu harus terhapus, alhasil saya meng

Menulis: Berkah atau Kutukan

Menulis: Berkah atau kutukan?? Seorang pernah berkata pada saya, "just write, what's in your mind. Writing is painful but it's a cure, for your cursed mind and self. Then write..." Menulis bisa jadi sebuah berkah namun disaat yang bersamaan juga bisa menjadi kutukan bagi saya. Ada masa dimana saya sangat menyukai kegiatan tulis-menulis seperti sekarang ini (apapun akan saya tulis). Tapi ada juga kalanya saya benci menulis sampai saya muak melihat huruf-huruf, keyboard komputer, buku, kertas, pulpen, bahkan jari-jari saya sendiri. Saya memang bukan seorang penulis yang baik, dan seseorang yang sama pernah juga berkata bahwa penulis yang baik bukanlah tentang bagaimana baik atau buruk tulisannya, namun lebih kepada The Will to Write (bener kan Say??). Tetapi masalah yang mendera saya justru itu, The Will to Write datang dan pergi secara misterius. But, glad then karena malam ini saya sangat bergairah untuk menulis!!! Yiiippie, tahu kenapa?? Karena saya menemukan peluang

Love???

Sejak kapan perasaan ini lahir? Aku bertanya pada batinku yang sedang dilanda perasaan absurd yang tak terelakkan. Mungkin perasaan ini lahir ketika waktu belumlah linear, melainkan hanya sebuah siklus yang terus menerus berputar. "Grow old with me. The best is yet to be. The last of life for which the first was made" -Browning- Love you...

Jiwa

Bagi yang suka sama Saras Dewi, nih ada lagu barunya yang judulnya Jiwa... klik aja http://www.myspace.com/gadisbali nih lyricnya: Mungkin waktu terus mencuri kisah yang kita tumbuhkan bersama... Mencoba menyelamatkan yang tertinggal, lupakan betapa memarnya perasaan... Bila kita harus berpisah, setelah ratusan malam kumenangis, Mencoba menahan luka pertengkaran Tanpamu hidupku tiada lagi berarti... Kau yang kurindukan slama-lamanya... Memahami jiwaku seutuhnya Walau berurai airmata... Kau yang kucintai slama-lamanya Memiliki jiwaku setulusnya Hingga nafasku kan berakhir...

Dengarlah, Bisikan Hujan

Jumat 13 November 2009 Inilah yang terjadi ketika hari sedang kelabu, dalam sebuah angkot yang jendela kacanya tertutup embun karena diluar hujan deras dan aku tak bisa menikmati pemandangan malam lewat sebuah perjalanan singkat dan mendengar lagu-lagu bernuansa dingin seperti biasanya: inilah yang terjadi, inilah yang kurasakan, sebuah perasaan kelabu yang tidak putih tidak juga hitam. Samar, seperti kabut yang menghalangi hak mataku atas pemandangan yang terhampar dihadapanku. (Halah!!) Aku memang suka mendramatisir keadaan, menciptakan imaginasi yang berlebih di otakku yang kemudian lahirlah hujan. Diluar sana memang s edang hujan tapi yang ini hujan jatuh dari sudut mataku. Untung saja di luar hujan dan keadaan di dalam angkot yang kunaiki selepas berkegiatan rutin sore itu lumayan gelap, terlebih hanya ada aku dan si supir angkot di dalamnya. Hingga aku dapat berleluasa mencucurkan hujan dari mataku yang aku sendiri benci melakukannya. Aku benci mengakui bahwa aku sangat takut kal

Doaku Pagi ini

Dear God, Thanks a lot karena komputer dan internetku sudah mau bersahabat lagi, yang pada akhirnya membuatku belum juga bisa tertidur padahal sudah jam 4 pagi waktu Indonesia bagian kamarku. Aku memang makhluk paling sombong ya tuhan karena aku jarang sekali meminta kepada-Mu secara lisan, karena menurutku tanpa berkata pun Kau pasti sudah tahu dengan jelas apa yang ku inginkan dalam hatiku dan bahwa Kau memang selalu ada dalam hatiku. Namun, kali ini aku lisan memohon pada-Mu ya Tuhan-ku, pemilik segenap jagad. Aku mohon kali ini buatlah pagiku bersinar terang kembali. Jangan biarkan gelap menaungi hari-hariku seperti dulu, aku ingin bahagia dan cerah, bagai cuaca pagi yang terang disinari matahari karena awan mendung sudah tak pantas lagi menjadi pajangan. Terimakasih Tuhan, Amien...

Chapter I

Antara Aku, Si Merah, dan Si Hitam Aku tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, aku harus menulis tentang aku, tentang kami, tentang apa yang sudah terjadi sebelum semuanya menjadi kacau, hanya gara-gara ulahku, sebelum semua terlambat. Sebelum… Ini tentang Aku, si Merah, dan si Hitam. Kami bersama-sama bermain dalam taman belakang rumah yang kami juluki rimba. Rimba, karena sangat luas untuk ukuran taman dan juga jauh dibilang indah karena tidak terurus. Namun, ada empat pepohonan tua besar yang tinggi menjulang tumbuh di taman ini. Mereka sejajar berhimpitan dan hampir membentuk setengah lingkaran, seperti empat sekawan yang sedang berangkulan tangan, kami menjadi sulit membedakan mana ranting dari pohon yang satu dengan pohon yang lainnya. Pepohon itulah yang membuat taman ini tampak seperti rimba belantara, cahaya matahari sulit menembus tanah taman ini hingga jika tiba musim penghujan tanah menjadi berlumut dan tumbuh jamur disela-sela kaki pepohon itu. Tapi aku amat menyukai