Skip to main content

Menulis: Berkah atau Kutukan

Menulis: Berkah atau kutukan?? Seorang pernah berkata pada saya,
"just write, what's in your mind. Writing is painful but it's a cure, for your cursed mind and self. Then write..."
Menulis bisa jadi sebuah berkah namun disaat yang bersamaan juga bisa menjadi kutukan bagi saya. Ada masa dimana saya sangat menyukai kegiatan tulis-menulis seperti sekarang ini (apapun akan saya tulis). Tapi ada juga kalanya saya benci menulis sampai saya muak melihat huruf-huruf, keyboard komputer, buku, kertas, pulpen, bahkan jari-jari saya sendiri.

Saya memang bukan seorang penulis yang baik, dan seseorang yang sama pernah juga berkata bahwa penulis yang baik bukanlah tentang bagaimana baik atau buruk tulisannya, namun lebih kepada The Will to Write (bener kan Say??). Tetapi masalah yang mendera saya justru itu, The Will to Write datang dan pergi secara misterius. But, glad then karena malam ini saya sangat bergairah untuk menulis!!!

Yiiippie, tahu kenapa?? Karena saya menemukan peluang saya untuk menerbitkan tulisan pertama saya, semoga saja hehhehehe, wish me luck!!!!!

Comments

Menuliskan diri. Menulisi diri.Setidaknya, tidak mengutuk diri. H h h Good luck
Dessy Aster said…
H h h thanks anyway to inspire...

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu