Skip to main content

Pantang Menyerah!

Pak Rukyat terdakwa korupsi itu ingin naik banding dari pengadilan tinggi.
Ia masih tak terima hukuman seumur hidup yang dijatuhkan hakim dalam sidangnya yang ke-23, meski sudah banyak bukti-bukti korupsi dan suap yang ia lakukan di sebuah kementerian tempat ia menjabat.
Ia menyangkal semua bukti, memperdaya para juri yang hadir.
Berkoar-koar ia bahwa ia dijebak, bahwa ini hanyalah konspirasi untuk menjatuhkannya.
Ia berhasil mengajukan kasasi.

Kini ia berhadapan dengan hakim agung.
Alih-alih mendapat keringanan hukuman, dalam Mahkamah Agung Pak Rukyat mendapat vonis mati.
Tak ada lagi keringanan untuknya.

Hari eksekusinya pun tiba.
Pak Rukyat belum juga menyerah!
Regu penembak telah siap, malaikat maut telah menunggu.
Ia tetap berorasi, berkoar-koar bahwa ia tak bersalah.
Duuaarrr!! Tembakan pun dilepaskan.
Masih tak mau menyerah di penghujung ajalnya, sebelum menghembuskan nafas terakhir, Pak Rukyat berbisik :
"Mati satu... tumbuh seribu!"



*tettoottt!! sorry garing, mwihihihi

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha...

#Day 5: Kamu di mana?

Kamu di mana? Tolong kembalilah. Tidak tahukah engkau sedari tadi aku gusar, gundah gulana, dan mencak-mencak tak keruan mencarimu. Aku butuh kamu. Tadinya aku pikir kamu sudah berada di kamarku. Lalu aku pun mencari-cari di tiap sudut kamarku. Tapi kau tak terlihat juga. Padahal baru saja kita berbincang-bincang di ruang tamu bukan? Aku hanya meninggalkanmu sebentar saja, kau sudah menghilang. Aku bertanya pada ibu. Ia bilang mungkin kamu ada di kebun bunga matahari. Ehmm mungkin sih.  Ibu terlihat ragu. Aku pun akhirnya berlarian ke kebun bunga matahari. Tapi ternyata fiktif. Itu kebun biasa. Tak ada bunga, tak ada matahari, karena hari sudah malam. Dan kamu pun tak ada di sana. Aku bertanya pada Bapak. Ia menjawab sambil hening membaca koran tentang berita kenaikan harga cabe keriting dan kol gepeng di tanah air. Ia lebih tertarik akan berita ekonomi daripada menjawab pertanyaanku dengan benar. Ia cuma bilang. Mungkin di kamar mandi. Acuh. Aku menuj...