Skip to main content

#Day 14: Apakah Kamu Juga?

Pernah mendengar istilah ini, "if you want to do it, do it now!!" atau "don't put till tomorrow what you can do today"? Istilah tersebut sering sekali saya jumpai di moto-moto buku tulis terutama buku tulis bermerk Sinar Dunia, mungkin tertulis di sana agar para siswa atau pengguna buku tersebut tidak malas melakukan pekerjaan rumahnya. Yup, intinya adalah selama kita masih punya waktu senggang, atau setidaknya masih punya waktu (tanpa kata senggang) jangan lah menunda-nunda suatu pekerjaan.

Ini tidak hanya berlaku pada anak sekolah yang di bagian bawah bukunya terdapat moto tersebut, tapi juga untuk diet misalnya, untuk pekerjaan, tugas kuliah, urusan bisnis bahkan menulis, jangan menunggu sampai deadline tiba.

Kadang kita menunda mengerjakan dengan menunggu waktu. Menunggu hingga inspirasi tiba, menunggu hingga batas waktu tiba. Yup, menunda dan menunggu dalam hal ini mereka bagai berteman baik.

Namun, apa yang bisa diandalkan dan dihasilkan dari menunggu? Ada sih hadiah dari perbuatan menunggu, sebuah tropi dan sepiring ikan bakar misalnya, hadiah paling dramatis yang didapat dari seorang pemancing tingkat nasional yang dihargai atas kesabarannya dalam menunggu. Iya gak? Lomba memancing kan sebenarnya hanya lomba kesabaran.

Tak banyak yang dihasilkan dari menunggu, memperpanjang waktu tindakan a.k.a. menunda. Karena seringnya kebanyakan manusia adalah menunggu lalu diikuti dengan menunda dan berujung menjadi sebuah kebiasaan dan menjadi pemakluman, keterlenaan, dan yang ada akhirnya kita tak sadar telah kehilangan banyak waktu.


Coba lihat disekeliling kamu, buku teori apa itu yang harus dibaca untuk essay kamu yang deadlinenya adalah besok. Pasti judulnya adalah "Entar Ah, Facebookan Dulu". Atau kamu yang disebelah sana, lihat ada peluang lowongan pekerjaan sebagai penulis, ayo cepat buat portfolio dan melamar sekarang juga, tapi pasti dalam benakmu masih ada, "ah santai masih seminggu lagi batas pengirimannya, nanti aja ah". Yang tersisa sebenarnya cuma now or never!

Tuhan memberi kita banyak waktu memang, tapi waktu terus berjalan bukan. Juga kesempatan, kesempatan belum tentu datang setiap hari. Saat kita mendapatkannya sudah seharusnya kita bertindak menyambut kesempatan itu, jangan menunda.

Saya tidak bilang menunggu atau memperpanjang selamanya buruk. Asal kita mengerti dan paham betul apa yang hendak kita lakukan, apa hasil akhir atau konsekuensi dari setiap tindakan yang kita lakukan, termasuk menunggu tersebut. Contoh kasus, sebuah keluarga menunggu waktu yang tepat untuk punya anak lagi dengan cara menunda masa kehamilan. Merencanakan dan terencana karena alasan-alasan tertentu, agar keluarga sejahtera. Menurut saya menunggu dan menunda dalam hal itu adalah menunggu dengan cerdas.

Buruknya, bisa kita bayangkan bagi mereka atau juga saya yang kjadang suka terlena menunda-nunda pekerjaan adalah penyesalan. Kita kehabisan waktu, akhirnya kita nanti akan terburu-buru, mungkin kehilangan kesempatan, dan yang kita kerjakan pun tidak maksimal hasilnya.

Oleh karena itu, bacalah buku itu sekarang dan mulailah membuat draft untuk essay atau thesis kamu. Tulislah segera portfolio dan juga CV kamu sebelum pekerjaan yang kamu impikan itu diambil orang (gue banget). Atau segeralah selesaikan tulisan #30HariBlogging kamu sebelum hari berganti dan kamu punya banyak hutang tulisan.

Menunda hanya kan berakhir dengan kesia-sian, penyesalan dan kepercumaan.

Tuh kan bener!!! Tepat sekali dugaan saya. Kamu belum bisa menghayati apa yang saya maksud dari tulisan saya ini. Bukannya mulai ngerjain pekerjaan yang seharusnya kamu kerjakan, malah nerusin baca tulisan saya ini!

Hahaha *evilgrin*

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu