Skip to main content

PMS dan Hantu Puncak Datang Bulan

Di awali oleh update status saya dan kekasih saya di Twitter tadi siang,

Sel_Kelabu: "Bisakah aku sedikit lebih lembut kalo lagi marah-marah?"

Hypereal: "@Sel_Kelabu ha ha mana mungkin marah-marah jadi lembut?"

Sel_Kelabu: "@hypereal hmmm… *bersungut*"

Hypereal: "@Sel_Kelabu marah-marah kenapa bu?"

Sel_Kelabu: "@hypereal itulah… aku juga bingung. (lol)"

Hypereal: "@Sel_Kelabu Sekarang tanggal berapa ya? Lol"

Itulah, saya juga bingung kenapa saya marah-marah gak jelas tanpa alasan, sampai pada akhirnya kekasih saya menanyakan tanggal. Dia menanyakan tanggal bukan karena beberapa hari lagi dia akan ulang tahun tapi dia menanyakan tanggal tidak lain untuk mengingatkan saya akan sindrom bulanan (baca: PMS) yang kerap saya derita dan yang sering membuat emosi saya tak terkendali.

Kemudian saya jadi teringat akan sebuah film Indonesia yang sampai saat ini saya masih bingung struktur kalimatnya, terutama pada judulnya. Lalu apa hubungannya dengan status di twitter saya yang marah-marah? Tidak ada hubungan secara langsung sebenarnya hanya saja judul film itu adalah,

HANTU PUNCAK DATANG BULAN

Dan mungkin anda akan tahu hubungannya apa dengan kondisi yang saya alami tadi siang itu.

Well, sebenarnya dari dulu saya bingung tentang makna dari judul film ini, pernah suatu ketika saya membahas film ini bersama teman saya, Intan, dia cuma bilang "ya, elah mana ada sih film Indonesia esek-esek yang jelas judulnya" Oke, dia memang sangat sinis sekali (lol).

Balik lagi ke judul film itu, jelas bukan merupakan sebuah kalimat yang sempurna (ya iyalah judul) dan mengandung banyak ambiguitas. Just mention the structure of the complete sentence, and make it S-P-O-K. "Hantu Puncak Datang Bulan" jelas tidak mencakup S-P-O-K, karena tidak ada P (predikat/verb) dan juga tidak ada O (objek) jadi ya memang tidak bisa di bilang bahwa itu adalah sebuah kalimat. Dan jelas strukturnya adalah S (subjek) dan K (keterangan). Nah yang jadi beban pikiran saya adalah siapa S-nya dan apa K-nya? Karena ada kata "Puncak" yang mengganggu.

Begini akan saya terangkan:

Pertama, Subjeknya (S) adalah "Hantu", dan keterangannya (K) ada dua yaitu, "Datang Bulan" dan "Puncak". Keduanya merupakan keterangan waktu atau kondisi. Semua pasti tahu apa itu datang bulan, tapi apa semua tahu kalau dalam setiap siklus "datang bulan" pasti ada "puncaknya". Untuk yang sudah pernah belajar system reproduksi wanita di sekolah dulu, pastinya tahu bahwa dalam kondisi puncak datang bulan, memang (untuk beberapa wanita) rasanya sama seperti melihat hantu. (Lol).

Kalau diartikan seperti ini, judul film ini menjadi sangan ilmiah bukan? Hantu, Puncak Datang Bulan. Hehe, maksud saya pasti filmnya jorok banget karena akan ada banyak darah dimana-mana. Yaikss…

Lalu, kedua, Subjeknya tetap "Hantu", dan "Datang Bulan" tetap sebagai keterangan waktu atau keadaan, tapi bedanya disini kata "Puncak" merupakan keterangan tempat. Berbeda dengan struktur pertama, disini kata "Puncak" menjadi penjelas Subjek yaitu "Hantu."

Kalau diartikan dengan struktur yang kedua film ini bisa berarti Hantu Puncak, Datang Bulan. Yaitu hantu yang ada di daerah Puncak sedang datang bulan. Kalau filmnya bermakna seperti ini menurut saya filmnya jadi lebih menarik dan konyol. Saya jadi berpikir, kalau hantu-hantu yang ada di Puncak sedang datang bulan, apakah mereka merasakan PMS yang sama seperti yang saya alami, dengan emosi yang meledak-ledak dan selalu marah-marah gak jelas (lol).

Lalu kira-kira, jenis pembalut apa ya, yang mereka pakai? (lol)

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu