Skip to main content

Sedang Bingung, Mau Curhat

Well, saya menambahkan satu lagi label dalam blog saya ini. Hmmm... perkenalkan label terbaru yaitu "curhat" (kayak ABG memang). Jika biasanya saya curhat melalui label "serpihan consciousness" jika sedang merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya, atau lewat "chronicle of anger" jika sedang marah, tapi kali ini saya membuat label khusus untuk curhatan saya yang terkesan (lagi-lagi males bilang:) ABG, yang isinya curhatan tentang apa yang baru saja terjadi di hidup saya.

Saya sebenarnya sedang bingung mau bercerita pada siapa tentang apa yang sedang saya rasakan, perasaan yang absurd ini mengganggu saya teramat sangat. Saya sudah tidak bisa merepress perasaan yang seperti ini. Terlalu mengganjal dan ingin tenggelam saja rasanya, tenggelam namun tetap kering. Semoga dengan menulis apa yang sedang saya rasakan, perasaan terrepress ini bisa reveal dan saya terbebas dari keabsurditasan perasaan yang saya rasakan.

Entahlah, ada apa dengan diri saya. Kemarin saya masih baik-baik saja, oh tidak, maksud saya dua hari yang lalu saya masih baik-baik saja. Sekarang??? Sudah saya bilang tadi, saya sedang meiliki perasaan yang absurd, sangat tidak jelas dan tak mungkin terdeskripsikan.

Jika pikiran kita ini tersusun oleh kata-kata atau teks, apa kabar dengan perasaan, apakah perasaan juga bisa dirumuskan dengan teks, kata-kata, kalimat? Mungkin bisa tapi tak mudah, dan inilah yang sedang ingin saya lakukan dengan CURHAT.

Saya biasa menulis diary, banyak sekali diary yang saya punya mulai dari buku diary yang jumlahnya.... (mungkin tiga), lalu blog rahasia (yang fungsinya hampir sama dengan buku harian saya) yang jumlahnya tiga juga, terakhir saya menggunakan HP (yang ini jumlahnya cuma satu) sebagai pelampiasan unek-unek saya yang tak pernah jelas bentuknya jika saya sedang "kepepet" dijalan, kampus, tempat kerja or dimanapun saya butuh tempat untuk meluapkan represi yang ada di pikiran maupun perasaan saya. Semuanya berfungsi sebagai tempat curhat saya.

Buku, blog, maupun HP adalah teman setia saya dikala saya sedang tak karuan seperti ini, biasanya pula setelah saya melakukan ritual curhat semacam ini saya mulai berasa agak baikan. Mungkin benar kalau pikiran saya memang terkutuk, dan menulis adalah obat dari pikiran terkutuk itu tak peduli bagaimana wujud dan signified nya. Bukannya saya tidak punya teman untuk berbagai atau bahasa kerennya "sharing", namun kasihan mereka jika harus selalu mendengar saya berkeluh kesah atau tertawa riang sementara mereka belum tentu menyimak. Jadi, biarlah blog ini menjadi salah satu diversi dari represi perasaan or pikiran saya yang lebih sering kacau balau.

Lalu kapan curhatnya?

Ya dimulai sekitar dua hari yang lalu, tepatnya minggu 18 Oktober 2009. Pada pagi yang hangat itu saya terbangun tidak lebih cepat dari biasanya hanya saja jantung saya yang nampaknya berdetak lebih cepat dari biasanya dan sangat abnormal pada pagi itu. Ya, karena malamnya saya bermimpi, mimpi bahwa saya akan pergi ke suatu tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya dan melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan dan bayangkan sebelummnya.

Dan fulllaaa, mimpi itu tiba-tiba menjadi sesuatu yang bukan lagi sekedar bunga tidur dan khayalan saya semata. Tiba-tiba pada pukul 11 siang pada hari Minggu itu saya telah berada pada sebuah jalan setapak atau lebih tepatnya trotoar (diksi jalan setapak lebih cocok dibandingkan trotoar). Ya, tiba-tiba saya berada dijalan itu, udaranya tak lagi hangat namun sejuk dilarabelakangi hijaunya dan rimbunnya pepohonan ditempat itu, sebuah taman ditengah kota.

Namun saya tidaklah sendiri, ada sebuah tangan yang menggandeng saya erat selama menyusuri jalan itu, diringi oleh beterbangannya kapas-kapas kapuk dari bunga-bunganya yang telah merekah sempurna. Warna putihnya beterbangan bagai salju (dalam imaginasi saya), sungguh indah. Dia masih menggandeng saya, sambil sesekali saya mencuri pandang pada wajahnya yang bersimpulkan sebuah senyum.

Kamipun sampai pada tempat tujuan dan kami...

(Maaf saya tidak bisa melanjutkannya karena alasan privacy, dan lagi-lagi perasaan ini memang sulit untuk diterjemahkan. Biarlah hanya tersimpan sebagai memory di benak saya yang mungkin akan terkikis setiap detail keindahannya.)

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu