Skip to main content

Senja untuk Putri Tidur

Senja selalu tampak seperti suatu yang murung dan suram, kesan yang letih bagi sebagian orang, menyisakan warna jingga, memerak kegelapan, menggoyangkan fatamorgana pada garis horison sejauh mata memandang barat.

Tapi tidak bagi Lara...

Senja tidak selalu tampak murung dan suram yang merupakan transisi menuju dunia gelap namun gemerlapan penuh bintang. Senja pada dunianya selalu tampak indah, memunculkan burung-burung bangau yang terbang pulang, perahu nelayan yang bagai mendendang menyambut angin laut, dan debur ombak pantai serta nyiur yang mengharmonisasi, senja selalu tampak indah bagi Lara.

Lara tak pernah letih menantikan senjanya.

Karena baginya senja merupakan suatu hadiah alam yang menuntunnya selalu pada suatu malam, waktu dimana semua orang diwajarkan untuk tidur. Dalam tidurnya, pada malam-malam yang di antarkan senja keperaduan, dunia lain menjemputnya. Dunia yang hanya dapat ia temui pada malam saat kesadarannya terpaku pada apa yang tak bisa ia raih pada waktu matahari tersenyum simpul di atas cakrawala.

Dunianya berbanding terbalik. Miris. Karena hanya dalam mimpi lah ia mampu mewujudkan kehidupan dari ketakberhidupannya di dunia. Itulah mengapa ia suka sekali senja, malam, peraduan dan tidur. Belakangan ia suka tidur. Karena dalam tidurnya ia selalu menjumpai seseorang yang mustahil. Seseorang yang berasal dari dunia yang tak dapat ia raih.


Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu