Skip to main content

Lagi Malas

Lagi malas nulis nih...

Maunya tidur aja... Nonton, atau baca komik jadi jauh lebih menyenagkan ketimbang nulis. Menulis capek, gak ada juga yang baca, tapi bukan masalah gak ada yang baca juga sih. Buat aku ada atau tidak ada orang yang baca tulisanku bukanlah masalah. Yang terpenting dalam kegiatan tulis-menulis yang aku jalani ini adalah masalah "will" atau keinginan untuk menulis yang sekarang ini sedang menurun drastis statistiknya dalam rentetan jadwal harianku. karena bagiku tulisan adalah salah satu cara untuk mengabadikan suatu moment, perasaan, recollecting memories.

Hmmm... Kenapa ya kok sindrom malas nulis ini justru timbul disaat liburan panjang seperti ini, ketika banyak sekali waktu luang dan minim kegiatan di luar rumah. Padahal sewaktu lagi sibuk-sibuknya kuliah dan banyak tugas, hal yang paling ingin aku lakukan itu nulis, blogging all the time, playing the words, and manipulating minds. Tapi kok ketika dihadapkan dengan huruf-huruf dan juga kata-kata yang harus dirangkaikan aku malah jadi enggan. Kepala langsung pusing, tulisanpun yang ada malah jadi ngaco dan gak jelas. Kenapa ya?

Apa ini karena aku mabuk nulis??? Maksudku selama dua bulan ini aku disibukkan dengan kegiatan penulisan skripsi yang masa tenggatnya menurutku sangat tidak wajar. Selama itu pula aku dijejalkan oleh banyaknya teori yang harus aku baca (bukan cuma dibaca, tapi juga dipahami). Dari teori-teori tersebut harus aku aplikasikan dalam analisis yang menjadi bahan penelitianku, untuk itu aku harus menulis ulang teori-teori yang buanyaaakk itu. Menulis ulang???

Itulah, dalam waktu kurang dari dua bulan aku harus menyelesaikan skripsi, bermain dengan huruf-huruf dan kata-kata, mereka harus disusun dengan baik dan benar juga harus berbahasa akademik yang telah disesuaikan dengan EYD (Ejaan Yang DiInggriskan hehhe). Jumlah kata-kata yang aku produksi dari huruf-huruf yang tersedia dalam jajaran alphabet menjadi sangat banyak, kurang lebih dua puluh ribu kata. Semua kata-kata yang kemudian aku rangkai menjadi phrase, kalimat, paragraf, dan akhirnya jadilah satu buah skripsi itu aku kerjakan hanya dalam waktu kurang dari dua bulan. Jadi, setiap harinya dalam jangka waktu itu yang aku kerjakan hanyalah tulis, tulis, tulis, tulis lagi, dan menulis sehingga aku muak dibuatnya. Mungkin itulah yang menyebabkan aku terkena sindrom mabuk nulis hahahahaha.......

Comments

suki da yo said…
qm tulisanny udh banyak ya.... cara biar blog qt sring d kunjungi gmn y??? bagi tips ny dunk...

ouw iya aq Ardhi

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu