Skip to main content

Berburu Inspirasi

Sudah sekian lama saya rindu menulis lagi. Project kumpulan cerpen saya dengan si Pecinta Langit Sore tak kunjung selesai, padahal akan hampir setahun berlalu dan padahal (lagi) si cewek antik bernama @yyunikaa ini telah berbaik hati membagi cerita-ceritanya bersama saya. Maafkan saya kawan, project kita itu harus terealisasi!! Harus!! Duh! Belakangan ini saya terlalu sibuk dengan pencarian dan pencapaian saya pada karir dan passion yang entah mengapa sampai sekarang belum saya temukan ke mana.

Lagi-lagi tentang pencapaian dan juga passion, mengenai hal ini saya layaknya bunglon, selalu berubah-ubah mengikuti mood yang masih terlalu labil. Sebentar ingin ini lalu besok berubah lagi ingin itu. Entahlah susah sekali untuk konsisten dan setia pada apa yang saya kerjakan.
Tapi tenang saja kawan, gairah menulis saya muncul kembali setelah terpancing si adik kelas @nalynahalaw yang baru saja memulai karirnya (haha) di dunia blogspot ini dan sangat excited dengan blognya

Yup, saya terpancing dan atau lebih tepatnya saya akan mulai memancing, memancing ide, berburu inspirasi. You know what?? susah sekali mendapatkan inspirasi di kala hati sedang gundah gulana dengan setumpuk pekerjaan dan kisah cinta yang mulai bergejolak (aih curcol) haha. Saya pun memulai pemburuan saya akan inspirasi-inspirasi tersebut. Saya mulai menyiapkan tombak dan senapan untuk berburu sebuah inspirasi. Senapan itu berupa aplikasi library bernama Mendeley dan tombaknya adalah buku-buku koleksi saya yang belum sempat saya baca. Mulai dari Murakami, Cleave, Dewi Lestari, Sekar Ayu hingga Allan Poe, kalau dihitung lebih dari 500an. Tapi tentu saja tidak saya baca semua.

Ketika saya membaca Sekar Ayu saya terinspirasi akan kehidupan perempuan dalam dunia ciptaannya yang paralel yang terbentuk dari kekecewaan masalalu, pengkhianatan, dan juga kisah cinta terlarang. Dari Sekar Ayu saya mulai lagi membaca Psikoanalisis dan yep! akhirnya saya  berhasil menembak sebuah buruan, sebuah inspirasi, lalu saya mulai menulis sebuah cerpen tentang Bunga dan Matahari, saya menulis dengan sangat cepat hingga terciptalah sebuah cerpen yang lahir dari sebuah referensi. Referensi dan juga muntahan teori (yang entah benar atau tidak) membuat saya lancar menulis lagi. 

Referensi itu melahirkan inspirasi, tapi tidak, saya tidak mengikuti gaya bahasa Sekar dalam bercerita atau alur cerita, bukan begitu saya mendapatkan inspirasi dari sebuah referensi. Bagi saya referensi adalah sumber inspirasi dan dari inspirasi itu maka akan lahirlah sebuah ide. Tolong bedakan dengan plagiarisme.

Saya sadar, cara tiap orang menemukan inspirasi sangat berbeda-beda, sangat beragam, dan saya juga tidak melulu mendapatkan inspirasi dari sebuah referensi. Adakalanya saya menanggalkan senjata perburuan saya dan berhenti berburu. Karena inspirasi kadang hadir begitu saja, menggelinding dari percakapan sehari-hari, di bis, di tempat makan, di twitter, bahkan di toilet lol. Inspirasi sebenarnya bisa tersedia kapan saja di mana saja, mengalir tanpa paksaan meski kadang mengalirnya sangat perlahan. Namun, ya.. itu tadi dengan kondisi otak saya yang sedang tidak 'jernih' (banyak pikiran ini dan itu) saya kerap membutuhkan senjata berburu saya, untuk menangkap sebuah inspirasi dan ide.

Comments

Hello I'm Na said…
hhihi... jadi mayu aku disebut2. haha... Your blog does inspire me, kakaaaaak :)
Thanks for sharing!

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu