Skip to main content

Mari Berjudi!!

Eits jangan judge dulu judulnya. Ini bukan judi sembarang judi, bukan pula judi (teeett!!!) dalam lagunya Bang Aji Oma Irama, judi yang ini adalah judi yang kerap saya lakukan dalam hidup saya.

Yup, bagi saya hidup adalah sebuah perjudian terutama jika saya dihadapkan dalam sebuah pilihan. Saya sangat tidak suka memilih, dan kalaupun saya harus memilih saya lebih cenderung mengikuti kata hati saya. Hati saya memang the God of Gambling.

Kenapa dalam memilih saya menyebutnya berjudi? Itu karena terkadang dalam memilih saya kurang ataupun tidak menghitung untung ruginya sama sekali, baik atau buruknya saya pikirkan nanti. Lucu ya? Padahal saya mentitelkan diri saya sebagai seorang yang selalu patuh pada rencana, semuanya harus serba tersusun dengan rapi, semuanya haruslah matang. Tapi itulah logika saya yang selalu berjalan terorder, hati saya sepenuhnya chaos.

Jadi saya membiarkan hasil dari perjudian ini dengan istilah let it flow, berjalan apa adanya, dan bukankah semua yang telah dan akan terjadi sudah ditetukan oleh Sang Mahakuasa perencana segala rencana. Jadi saya berlenggang saja terhadap apa yang akan terjadi di dalam hidup saya kelak.

Tertawakanlah saya, karena saya terkesan pasrah saja terhadap hidup.
Bukan!
Bagi saya, yang saya lakukan ini bukanlah suatu kepasrahan tapi sebuah keberanian dalam memilih. Ops! bukan memilih, tapi menjalankan pilihan saya, lebih tepatnya. Saya berani menjalani resiko dari baik atau buruknya pilihan dalam hidup saya. Saya berani kecewa jika nanti suatu saat saya menemukan bahwa pilihan saya adalah sesuatu yang membawa keburukan dalam hidup saya. Saya berani untuk tidak jumawa jika pilihan itu memang baik untuk saya.

Dan satu hal lagi, saya berani untuk tidak MENYESAL. Karena menyesal adalah perbuatan bodoh dari semua perbuatan bodoh umat manusia. Saya menasbihkan diri saya untuk pantang menyesal. Karena menyesal itu sangat sakit dan membuang banyak energi positif yang membuat diri saya terlihat lemah.

Jadi, jika anda dihadapkan oleh sebuah pilihan dan sudah seharusnyalah anda memilih, maka hendaklah membaca basmalah lerlebih dahulu dan ucapkan dalam hati, "aku takkan menyesal dikemudian hari"

P.S: It was inspired by Robert Frost

"The Road not Taken" (Cklik that)

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu