Skip to main content

I Love, because Love is Wild

Yeah, I love because love is wild.

That's my opinion.
Tapi Sebenernya apa sih cinta itu? Haha saya menanyakan pertanyaan yang jawabannya mungkin sangat bisa bermacam-macam. Ada yang bilang bahwa cinta itu buta, cinta itu abstrak, cinta itu pertemanan, cinta itu bla bla bla, cinta itu love, love is cinta (hahaha mirip judul film remaja).

Lalu apa yang bisa kita ketahui tentang cinta? Mau tahu klik aja disini. Kemudian kenapa saya bilang love is wild? Begini, menurut Plato (eventough I'm not really that Platonic, tp kali ini agak setuju dengan Plato) cinta itu adalah sesuatu yang abstrak. Bagi Plato, yang selalu mengagung-agungkan nilai cinta yang ideal, cinta yaitu sesuatu yang tidak terjamah dunia dan meterinya. Love is beyond time, space and it should be immateriality.

Jadi jika kita mencintai seseorang, kita akan saling percaya dan mempercayainya based on no factual evidential or whatsoever dan itulah yang akan membawa kita pada sebuah cinta dimana kita akan mencintai seseorang dengan resiko kecewa yang amat besar, karena itulah cinta menjadi sangat liar dan unknown....

Saya, kamu, kalian, mereka, pasti mendambakan sebuah cinta. Lihat saja karya-karya sastra, puisi, novel, drama, ataupun mungkin film (dan yang sedang booming) lagu-lagu dan juga tari-tarian banyak dari semua itu pasti mengaktualisasikan apa yang kita sebut dengan cinta. Tanpa harus munafik, saya suka mengkonsumsi lagu-lagu cinta (dengar saja playlists saya) maupun novel-novel tentang cinta juga film-film yang romantis.

Tapi sesungguhnya pula saya mendambakan sebuah cinta yang stabil. (Curhat). Saya menyukai lagu-lagu ataupun puisi tentang cinta, tapi saya tidak begitu suka seseorang membacakannya atau untuk saya, dan biar saja itu semua tersimpan dalam ruangan imaginer dalam hati saya dan tidak perlu teraktualisasikan. Karena cinta bukan semata-mata lagu-lagu maupun puisi yang romantis.

Saya menginginkan cinta yang stabil, yaitu cinta yang penuh pengertian, tanggungjawab, dan komitmen. Saya ingin memelihara cinta hingga ia tumbuh dewasa dengan penuh pengertian, tanggung jawab dan komitmen terhadap orang yang saa cintai dan mencintai saya.

Saya ingin sebuah cinta yang memerdekakan, mencerahkan, BUKAN membelenggu, cinta yang tidak menyuruh saya selalu pulang cepat sehabis kuliah, cinta yang tidak mengatur dengan siapa saya berteman, cinta yang tidak membatasi pola pikir saya dengan segudang dogma, cinta yang tidak menyuruh saya memakai pakaian yang tidak saya suka, cinta yang tidak menuntut saya untuk diet dan jadi langsing dan tinggi, cinta yang tidak membutakan saya.

Saya ingin sebuah cinta dimana ketika saya berada dalam prahara hidup yang menyiksa dan menyebabkan derita bagi diri saya, ia dapat menjadi fondasi dan harapan bagi saya untuk bangkit.

That's love that I want, and that's love that I love.
Love U

Comments

Sssttt. . . . . said…
So, have you found the Love like that????
Deasy said…
Well, of course n you know that dear hehehe
Anonymous said…
Nyeszzz . . . . .
Itu yg qrasain wkt ngebacax!
And i'm speechles right now!!!
Cinta yg hadir bukan untuk membelenggu dgn sgudang peraturan, tetapi cinta yg mencerahkan, menuntun, memberikan kekuatan, kpercayaan serta siap menjadi penopang & tempat untk bersandar ktika ktetapan hati ini tkadang goyah!
Teguh suka ini! Banget! Smoga Deasy bs mendapatkan ap yg dcari selama ini! And, so do i! Amin!
: )
Deasy said…
Ya seharusnyalah mencintai dan dicintai merupakan perasaan yang memerdekakan, perasaan yang nyaman, meski terkadang tak luput dari sakit, it's beyond rationality.

Thanks to Teguh.

Amien.
Anonymous said…
Ky' q gag akan ngedapetin cinta yg stabil dech dez . . . .
Ntah knp hati q bkata dmikian!
Deasy said…
Loh kok bisa? Kenapa?

Jangan menunggu tp buat itu menjadi stabil. Dirimu sendiri.

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu