Skip to main content

#Day 5: Kamu di mana?

Kamu di mana?
Tolong kembalilah. Tidak tahukah engkau sedari tadi aku gusar, gundah gulana, dan mencak-mencak tak keruan mencarimu. Aku butuh kamu.
Tadinya aku pikir kamu sudah berada di kamarku. Lalu aku pun mencari-cari di tiap sudut kamarku.
Tapi kau tak terlihat juga.
Padahal baru saja kita berbincang-bincang di ruang tamu bukan?
Aku hanya meninggalkanmu sebentar saja, kau sudah menghilang.

Aku bertanya pada ibu.
Ia bilang mungkin kamu ada di kebun bunga matahari. Ehmm mungkin sih. 
Ibu terlihat ragu.
Aku pun akhirnya berlarian ke kebun bunga matahari. Tapi ternyata fiktif. Itu kebun biasa. Tak ada bunga, tak ada matahari, karena hari sudah malam. Dan kamu pun tak ada di sana.

Aku bertanya pada Bapak.
Ia menjawab sambil hening membaca koran tentang berita kenaikan harga cabe keriting dan kol gepeng di tanah air. Ia lebih tertarik akan berita ekonomi daripada menjawab pertanyaanku dengan benar.
Ia cuma bilang. Mungkin di kamar mandi. Acuh.
Aku menuju ke kamar mandi, seperti anak yang kebelet pipis.
Tunggu.... bukan seperti, sebenarnya aku memang kebelet pipis.

Di kamar mandi kau pun tak terlihat juga.
Kamu di mana?
Aku kewalahan hingga aku lupa bahwa tadi aku kebelet pipis.
Tapi akhirnya aku pipis juga.
Tanpa sadar aku melamun di kamar mandi. Lama. Memikirkan kamu ada di mana.
Tanpa sadar pula waktu terus berjalan dan aku sangat membutuhkanmu dengan segera.
Bergegas aku keluar kamar mandi.

Adikku.
Tak luput aku bertanya padanya jua.
Ia menjawab. Mungkin diculik makhluk Mars.
Tidak!! Jangan sampai kamu diculik makhluk Mars! Tak sanggup aku menjelajah angkasa dan menerobos bima sakti untuk sekedar menemuimu.
Sebenarnya bisa saja. Aku rela menjelajah angkasa luar bertemu dengan makhluk-makhluk alien demi berjumpa denganmu lagi. Tapi aku tak punya waktu lagi. 
Waktuku tinggal sebentar.

Oh Bandung Bondowoso...
Oh Jin-Jin Sangkuriang...
Kalian bisa menipu waktu demi mendapatkan cinta Roro Jonggrang dan Dayang Sumbi.
Tolong, kali ini bantulah aku. Bantu aku mencari di mana dia berada.
Tolong lah, kali ini saja.

Tolong lah bantu aku mencari inspirasi, untuk menulis di hari ke 5 #30HariBlogging.

Comments

orange lover! said…
#eaaaa walau linglung tapi tetap posting. Nice! :D
I'm_Oz said…
Udah curiga,,, pasti inspirasi yang dicari.... hahahah.... Unyu-unyu dah.... sebenernya ituuuu ada di..... #tiba-tiba kehilangan kata-kata ternyata hari ini tak ada lagi kata :'(

-->http://ayomenulisdez.blogspot.com/2012/05/day-3-besok-tak-ada-lagi-kata.html
the trouble said…
Aku sukaaaa!! Banget! :3
Hello I'm Na said…
udah tanya Ebiet G. Ade kak? Beliau kan suka banget nanya2 tuh. :)
Mungkin pada rumput yang bergoyang ? :D

Popular posts from this blog

#Day 7: Daisy, Kumbang dan Matahari Bercerita pada Taman

Than there to look upon the daisy, That for good reason men do name The ‘day’s-eye’ or else the ‘eye of day,’ The  Empress,  and flower of flowers all. I pray to God good may her befall.   ~Chaucer   Adalah bunga liar nan tumbuh bergerombol, kecil-kecil dengan warna putih dan nektarnya yang kuning, semarak menghiasi taman dengan kemilau yang mengharmonisasi hijau daun dan alang-alang. Ia selalu ingin bisa seperti mereka yang indah dan anggun menghiasi taman. Ia kemudian hanya bisa tersenyum simpul, tangkai dan kelopaknya berdansa kian kemari tatkala angin semilir meniup kehidupannya yang nyaris sempurna. Chaucer berfilosofi, daisy adalah "the day's eye" matanya hari, matahari. Ia mencuri bentuk Matahari. Bentuknya menyerupai mata sang hari, yang begitu indah menerangi. Tapi di sudut taman ini, ada setangkai Daisy yang merasa kelabu, harapannya kosong. Daisy yang tidak pernah bisa percaya diri, Daisy yang tidak pernah bisa melihat bahwa dirinya sa...

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha...