Skip to main content

Dini Hari di Bar

Aku mabuk berat. 
Dasar cewek matre!! Berani-beraninya dia meninggalkanku setelah semua hartaku ia kuras. Kurang asem!! Rupanya dapat mangsa baru dia.
Masih belum pagi, aku masih sanggup beberapa shot tequila lagi untuk melupakan ia yang baru saja memutuskanku demi jutawan tua, botak, dan jelek itu.
Betapa sialnya aku! 
Ah, tapi aku harus move on! Buat apa terus memikirkan cewek matre itu!
Sekejap ide brilliant untuk move on itu muncul tatkala aku melihat seorang wanita sungguh cantik dengan pakaian yang sungguh menggoda duduk sendiri di pojok sana, mungkin bisa jadi pengobat lukaku.

"Mau tambah lagi minumnya? Aku yang traktir!" Sapaku, mencoba seramah mungkin.
"Oh ya? Boleh. Margaritanya satu lagi Mas Bartender!" 
Oh Tuhan, sungguh dia benar-benar cantik, kemana saja aku selama ini!
"Sering nongkrong di sini juga? Kok saya baru lihat kamu di sini."
"Iya, baru kali ini, biasanya saya lebih suka di Red Line, Mas!"
"Red Line yang di daerah Selatan itu?"
"Iya, Mas pernah kesana?"
"Pernah sekali, tapi bising, udah gitu banyak PSK murahan sama bencongnya di sana, centil-centil pula bencongnya! ihh gak lagi-lagi deh nongkrong di sana!"
"Ya, namanya juga night club kelas menengah Mas!" 
Agak sinis perkataannya, mungkin aku telah menyinggung hatinya. Tapi dengan wajahnya yang agak cemberut itu ia terlihat semakin cute. Ah, gampang move on kalo begini caranya.

"Ehmm nongkrongnya di sini aja Non, sama saya, saya traktir terus deh, jangan di Red Line lagi, gak bagus buat cewek secantik kamu."
Aku merayu.
Dia tersenyum.
Ah manisnya ia.
"Oh, iya udah ngomong dari tadi tapi belum kenalan. Perkenalkan nama saya Edi, nama kamu siapa?"
"Nama saya Erika, Mas. Tapi tujuh tahun yang lalu nama saya juga Edi, Mas!"

Glek!


Comments

Moti Peacemaker said…
ahahahahaha.........ini edy......
-siapa? egy
- edy
- eci?
edi...edi.....
- oh.....emi...

kitkat.......

Popular posts from this blog

#Day 7: Daisy, Kumbang dan Matahari Bercerita pada Taman

Than there to look upon the daisy, That for good reason men do name The ‘day’s-eye’ or else the ‘eye of day,’ The  Empress,  and flower of flowers all. I pray to God good may her befall.   ~Chaucer   Adalah bunga liar nan tumbuh bergerombol, kecil-kecil dengan warna putih dan nektarnya yang kuning, semarak menghiasi taman dengan kemilau yang mengharmonisasi hijau daun dan alang-alang. Ia selalu ingin bisa seperti mereka yang indah dan anggun menghiasi taman. Ia kemudian hanya bisa tersenyum simpul, tangkai dan kelopaknya berdansa kian kemari tatkala angin semilir meniup kehidupannya yang nyaris sempurna. Chaucer berfilosofi, daisy adalah "the day's eye" matanya hari, matahari. Ia mencuri bentuk Matahari. Bentuknya menyerupai mata sang hari, yang begitu indah menerangi. Tapi di sudut taman ini, ada setangkai Daisy yang merasa kelabu, harapannya kosong. Daisy yang tidak pernah bisa percaya diri, Daisy yang tidak pernah bisa melihat bahwa dirinya sa...

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha...