Skip to main content

Posts

Showing posts from 2010

Being Happy (III)

Somewhere in between… Somewhere in between, in the garden sprouts and my lover embrace, the quiet peace of dawn highlighting the dew. How perfect, how beautiful, what kind of catharsis I can feel this way! But how tragic ironically I put myself on this kind of imagery. That was just some kind of a human imagination longing for some kind of catharsis, for being purified and for being happy. Just like I am somewhere in between. I'll not know where to find the happiness, the elusive thing I want to reach. Some say, the happiness is about material, wealth, a thing, visible. Some other describe the happiness is a divine being, absurd, relief. For me it can be all of them, a kind of self-fulfilled, a thing(s) to be achieved. Happiness, yet is [not] merely a concept. Not a word that is often used to describe the state of being right now. An old thoughtful wisdom made an analogy; the beginning of happiness was a large crystal ball, which the gods used to play with. One day, while the gods

Pintu Untukku

Suatu pagi pada Desember basah, aku; seorang teman, berkunjung. Hai, kulihat dari jauh wajahmu seperti gula pasir, tentu saja aku tersihir, lalu aku mendatangimu, terlalu pagi memang, apa kau keberatan? Sedang apa kau? Hai, mengapa kau hanya terdiam? Untuk apa semua itu? "Kak, aku sedang membuat pintu, sebuah pintu untukku, yang akan ku gunakan sebagai gerbang, menuju apa yang belum pernah kulihat di depan sana. Di hadapanku, aku ragu untuk membuka pintu ini. Aku nihil apa yang ia sediakan; mungkin ada matahari yang siap membakar. Mungkin ada awan hitam yang siap memuntahkan air hujan. Mungkin ada angin yang sedang mengamuk. Mungkin ada pucuk pohon yang akan segera rubuh. Mungkin ada rembulan yang kesepian. Atau mungkin pintu ini sulit kubuka." Hei… hei… Gelas itu bukan setengah kosong, tapi setengah penuh. Ingatlah sudah Sembilan belas pintu kau lalui bukan? Tidakkah itu juga sebuah keajaiban? Pikirkanlah akan banyak bunga, burung-burung berkicau di pundakmu, awan yang memb

Being Happy (II)

That I would be good even if I did nothing That I would be good even if I got the thumbs down That I would be good if I got and stayed sick That I would be good even if I gained ten pounds That I would be good fine even if I went bankrupt That I would be good if I lost my hair and my youth That I would be great i if was no longer queen That I would be grand if I was not all knowing That I would be loved even when I numb myself That I would be good even when I am overwhelmed That I would be loved even when I was fuming That I would be good even if I was clingy That I would be good even if I lost sanity That I would be good …. Alanis Morrisette, I like this song very very very much. It tells me that in whatever condition I am in, I do, I can, I would be always good. This is the essence of a self motivation for me. It is the sense of respecting myself when I'm terribly down, even if I did nothing, even if I got the thumbs down, even if the world has just pushed me into the bottom of t

Being Happy (I)

S iapa sih orang di dunia ini yang maunya sengsara aja? Saya rasa tidak ada, meskipun kesengsaraan atau kesialan itu tidak dapat kita hindari dalam hidup. Seperti yang Albus Dumbledore bilang dalam film Harry Potter; "This pain is part of being human … the fact that you can feel pain like this is your greatest strength." Kesengsaraan adalah bagian dari hidup manusia, kesengsaraan tersebutlah yang membuat manusia justru menjadi kuat. Betul memang… Tapi terlepas dari kesengsaraan atau kesialan ataupun penderitaan atau apalah namanya yang membuat kita kuat dalam menjalani hidup, tentu merasakan penderitaan hingga berlarut-larut sedih sangat ingin kita hindari. Yang kebanyakan dari kita inginkan dalam hidup adalah merasa bahagia, ataupun menjadi kebahagiaan itu sendiri. Setuju gak?? Well, saya ada tips nih untuk sedikit endure the feeling of pain and be happy. Tipsnya sangat sederhana yang bisa membuat kita merasa senang, dan bisa kita lakukan sehari-hari. Oya, tips ini saya dapa

My iPod

Bla..bla..bla…bla… Jujur nih saya bingung mau nulis apa. Lama tak nge-blog dan saya rasa, saya sudah tak produktif di bidang ini (lagi). Tergoda gadget baru nih. Sibuk ngoprak-aprik. Emang sih gak seautis kekasih saya, (Uhh dia mah, totally freak and autistic kalo udah berhubungan sama gadget, kadang saya malah dianggap gadget juga—loh loh nggak deeeng) tapi kenalan sama gadget ini lumayan menyedot perhatian saya dari lingkungan. (Tuh kan virus autisticnya menular) Well yeahh, perkenalkan gadget baru saya. Sibuah Apel groak, alias iPhone. Masih 3G sih, dan saya tidak berharap punya yg 4G. (Kalo saya pake 4G, si kiting kekasih saya yang autis itu pake apa ya??? LOL) Yah pokoknya mah 4G udah paling yang terkeren deh, katanya dengan senyum evil autisnya haha. Nah, yang saya suka dari gadget ini ya karena apps-nya yang buaaanyyyaaakkkkk, trus saya bisa menjadi sangat mobile dan menjadi makluk social di dunia maya (dan anti-social di dunia nyata karenanya) lewat Twitter, Facebook, Fours

Ghost of You

You know what, so quiet today. You didn't call nor answer, you didn't text nor reply, you didn't tweet nor DM-ing. You didn't even whisper to me… What's wrong ? :@ I was hysterically panicked. I walked alone across those streets. :~ Swinging… Singing… losing control of self consciousness, holding the resentment of absurd clarity of your exist nihilism, beating the restless of stupidity and thought of you, or drawing the confusion of water falling from my pitiful eyes, yet those were I was doing. Laugh at me, it was so fucking hilarious . :r Darn…! You haven't come to me in form yet. But you're always here. You're a ghost. You're a ghost of my imagination. You're my lover . You're my heroin. You're damn ghost. You're you. And I love you. Still you're ghost. Yeah I, myself had made you ghost. But Honey, though it's so silent today I felt you'd followed me. You followed me into the class, you followed me walking across thos

Sebuah Keberadaan

Pagi yang basah di bulan Oktober penuh hujan ini saya melamun dengan wajah ditekuk dan murung dalam sebuah angkot menunggu macet dan mensublimasi asap-asap kendaraan bermotor yang congkak itu. Dalam lamunan seperti biasa, I wonder . I'm wondering about my existence. I do always. Saya selalu bertanya tentang eksistensi saya, keberadaan saya di "sini" tujuan saya hidup. Untuk apa sebenarnya? Apa yang saya kejar, atau apa yang mengejar saya, hingga saya harus berlari. Dalam keadaan skeptic yang bengong itu saya terus mencari, atau menunggu jawaban apa untuk pertanyaan-pertanyaan dari pikiran saya yang sangat semrawut. Saya melihat dari jendela angkot keadaan di sekeliling saya. Banyak tukang ojeg, berebut penumpang ingin mendulang keuntungan di tengah macet. Ada juga penjaga lintasan rel kereta api yang tanpa palang pintu otomatis di salah satu sudut kota ini. Para pengamen cilik yang sudah bekerja di pagi buta, pemuda tukang sampah yang mendorong gerobak sampah nan bau

Being Rejected

I suppose all of us (well, if it's just me) at some point or another will experience this stingy sour bitter feeling. The feeling of being rejected. Sometimes it cuts deeper than others. Sometimes it breaks your heart and makes you give up. It doesn't matter how long it's been or how much you want it. Nothing changes anything actually, if you realize. And if it won't be back … Masking, resentment, disappointment… And… Confusion. (Sep 30 2010, while I was rejected to another job I applied, because of physical appearance and of my veil)

Like a Turtle

I have something I really want to write about and yet it's been a long time. Finding the words, constructing them, finding my heart, making it up, finding my breath and healing it. I don't know why I'm so slow to blog these days! I get a lot of drafts or sketches on my paper while I was in sober living my day but they're just fallen by the way side. I forget where I put or even throw them all away. When I'm here, rite in front of my beloved loyal PC, I dunno what I'm going to write. Slow and lame like a turtle ya??

Episode Daun

Tunggu episode daun selanjutnya. Orang-orang, rekan, tetangga, sahabat pena (udah gak jamannya pena lagi, maksud saya sahabat maya, temen chat), hingga orang yang saya kenal di jalan, dan mereka yang berkesan di hati saya, akan saya sandingkan dengan daun-daun yang menggores cerita kecil di benak saya. Thank u all ;) `cerita ngecapruk dari seorang Dessy`

Daun (2)

Daun daun pohon mangga itu bergoyang. Tidak… Bukan karena ada angin kencang yang meniupnya, tapi ada seekor camar hinggap di da hannya. Letih, ia mencengkramkan kaki-kakinya pada dahan berdaun itu. Daun-daun gemerisik berbisik satu sama lain. Apa yang membuatnya kesini? Tanya daun yang satu pada daun yang lainnya. Entahlah… Mengapa ia tak berkerumun seperti camar lainnya? Bermigrasi bersama-sama, berk elompok, bergumul seperti kita? Camar menengadahkan mukanya menatap semesta terang di sana. Berisik gemerisik di sini…. Batinnya. Ia hanya ingin beristirahat lalu kemudian melanjutkan lagi perjalanannya. Mereka… Mereka telah salah. Bukan hanya Elang yang mampu terbang tinggi walau sendiri, akupun mampu, bisik Camar pada gemerisik berisik daun. Ia hendak terbang… Ancang-ancangnya membuat daun pohon mangga itu bergoyang lagi meski tak ada angin yang meniupnya. ~best regard to Jieb Man~

Daun

Daun mangga yang telah kuning itu terjatuh. Rantingnya sedikit bergoyang, ia kikuk. Daun itu melayang, menyentuh centil kepala seorang gadis yang duduk di bawahnya. Lalu melayang lagi. Gadis itu tersenyum, kuning warna favoritnya. Ia hanya tersenyum. Warna kuning itu menyentuh tanah dekat dengan kaki gadis yang tersenyum itu. Ia bangun berdiri. Kakinya santai menginjak pucuknya lalu pergi… Ia memilih ilalang di ujung sana. Daun telah mati, namun setidaknya ia telah juga tersenyum bisa membelai kepala sang gadis yang penuh senyum pada seperdetik sisa hidupnya. ~Buat si Mai Roza yang suka warna kuning dan tersenyum~

Feeling of the Venusians

I still remember a proverb I used to attach on my essay in the topic of feminism (specifically, in Ms. Lian's class). It says that men and women come from different planets, men are from Mars and women are from Venus. It looks like it states that men and women are different. Well yeah, undeniable, they are. Physically, yes of course they're not the same, and mentally, I guess it's so. But wait up!! I won't talk about gender or feminism here or simply about the difference about men and women. I just wanna tell u how different men and women to see their worlds are. Most of the Martians use their mind and brain, otherwise the Venusians are completely involving their heart and feeling to face up any probs they have in their lives. It makes any confusing and complex situation while Venusians (let me include: myself, me, and I) entangle their heart and feeling in any problem they have. That's what women are. When they find that things don't go on their way, the impuls

What a Bigotry

Lihatlah warna pelangi sehabis hujan, indah bukan? Pelangi indah karena mempunyai warna-warna yang berbeda, menyatu meski polikromatik. Begitulah seharusnya hidup, penuh dengan perbedaan. Juga bagi saya, hidup adalah bagaimana kita berhadapan dengan perbedaan. Perbedaan agama, ras, golongan, budaya, gender, dan lain sebagainya. Dan janganlah malu jika harus mengakui bahwa kita berbeda, dan jangan pula melihat perbedaan tersebut sebagai penghalang. Seperti warna pelangi itu, perbedaan seharusnya kita lihat sebagai suatu anugerah yang Tuhan berikan kepada makhluk-Nya, sesuatu yang seharusnya disyukuri dan dinikmati untuk kemaslahatan bersama, saling melengkapi, bukan sebagai sarana untuk saling membenci, karena sungguh, yang seperti itulah yang justru kufur terhadap nikmat Tuhan. Kita memang tersusun dari komponen-komponen yang berbeda, lantas ada pertanyaan muncul. Mana yang lebih baik dari yang lain, mana yang lebih benar dari yang lain dan sebagainya. Suatu kebodohan dari pikiran yan

On the Pleasure of Hating

An essay by, William Hazlitt The pleasure of hating, like a poisonous mineral, eats into the heart of religion, and turns it to rankling spleen and bigotry; it makes patriotism an excuse for carrying fire, pestilence, and famine into other lands: it leaves to virtue nothing but the spirit of censoriousness, and a narrow, jealous, inquisitorial watchfulness over the actions and motives of others. What have the different sects, creeds, doctrines in religion been but so many pretexts set up for men to wrangle, to quarrel, to tear one another in pieces about , like a target as a mark to shoot at? Does any one suppose that the love of country in an Englishman implies any friendly feeling or disposition to serve another bearing the same name? No, it means only hatred to the French or the inhabitants of any other country that we happen to be at war with for the time. Does the love of virtue denote any wish to discover or amend our own faults? No, but it atones for an obstinate adherence to ou

Bilang Saja “Iya”

Apakah kamu selalu merasa resah setiap kali dalam benakmu muncul pertanyaan-pertanyaan tentang dirimu dan dunia di sekelilingmu yang tak pernah bisa kamu jawab? Atau apakah kamu juga merasa gelisah tak karuan ketika tiba-tiba saja muncul sesosok makhluk didepanmu bernama kenyataan yang harus kamu hadapi meski tidak sesuai dengan yang kamu harapkan? Pernahkah kamu merasa bingung, dan disoriented seperti ketika kamu terbangun dari mimpi indah dan harus melepaskan semua mimpi itu di alam monster berjudul kenyataan? Atau kamu pernah merasa seperti orang yang tidak berguna ketika pertama kalinya kamu bersalaman dengan tanggung jawab yangdulu sangat kamu hindari? Apakah kamu pernah merasakan ini: ketika kamu berjalan di sepanjang trotoar sehabis pulang kerja, kamu bertanya-tanya, siapakah yang mencuri waktu, sehingga waktu terasa melesat begitu cepat? Atau, apakah kamu bingung ketika di depanmu terhampar seribu pintu dan seribu jendela yang meminta kamu pilih, namun ketika kamu telah memil

Teropong dan Cermin

Kebanyakan orang sekarang lebih suka menggunakan teropong ketimbang melihat cermin. Kenapa? Karena dengan cermin orang bisa melihat dirinya sendiri, meski tak utuh namun orang bisa melihat wajahnya yang bertopeng atau tidak, tersenyum atau menyeringai, mata bersorot kebencian atau kebohongan. Semua dapat dilihat sendiri, bhakan mereka dapat melihat kekuragan-kekurangan maupun kesalahan-kesalahan mereka sendiri. Dan SEHARUSNYA mereka memahami akan kesalahan-kesalahan dan kekurangan mereka. Tapi nampaknya orang-orang lebih memilih teropong. Kenapa? Jika melihat dengan teropong, maka yang terlihat adalah image orang lain. Setiap detil gerak maupun ucapan orang lain tersebut diperhatikan dan dipelajari dengan seksama dan di rekam secara utuh. Kemudian mereka--si pengguna teropong--akan menyimpulkan hasil pengamatan itu dengan istilah "baik" dan "buruk". Lalu mereka mulai mempergunjingkan baik itu nilai "baik" dan "buruk" (meski kebanyakan yang

The Reader: a Slight View of Banality of Evil

Saya akan membahas tentang banality of evil lagi (duduk yang manis dan jangan bosan ya). Namun kali ini sepenggal banality of evil yang ada pada sebuah film, film yang telah lama sekali saya beli dan baru saya tonton beberapa waktu yang lalu. Judulnya The Reader . Film yang di sutradarai oleh Stephen Daldry (2008) ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karangan Bernhard Schlink yang terbit pada tahun 1995. Sesuai dengan judulnya, dalam film berdurasi 124 menit ini kita akan disuguhkan oleh pembacaan-pembacaan karya sastra dan juga dialog yang panjang. Film ini bercerita tentang seb uah drama cinta terlarang seorang remaja pria dengan wanita yang umurnya jauh lebih tua darinya. Michael Berg (David Kross) dan Hannah Schimtz (Kate Winslet) terlibat dalam romantika cinta yang tak biasa. Berg yang masih duduk di bangku sekolah mencintai Schimtz seorang kondektur kereta api yang selalu ia temui secara diam-diam sepulang sekolah. Yang menurut saya unik dari kisah cinta Berg dan Sc

Kloset atau Diary?

Beberapa minggu yang lalu saya mengeluarkan isi lemari buku saya demi mencari sebuah novel yang saya lupa meletakkannya dimana, hingga pada akhirnya setelah dengan seenaknya saya menghamburkan buku-buku koleksi saya di atas kasur, barulah saya ingat bahwa novel yang saya ca ri terselip di lemari pakaian (Loh, kok bisa? entahlah) Dari pencarian tersebut, saya menemukan sebuah buku usang, warnanya telah berubah coklat dan saya telah hampir saja melupakan keberadaan buku tersebut. Itu adalah buku diary saya. Catatan harian yang setia menjadi tempat sampah bagi keseharian dan perasaan saya yang absurd. Sebelum akhirnya saya lebih mencintai blog ketimbang buku harian tersebut. Saya memang sangat menyukai diary atau apapun yang bisa merekam kehidupan saya dan membuatnya menjadi abadi. Segalanya saya tulis di sana, perasaan saya, kengerian saya, aktivitas saya, apapun. Lalu apa yang terjadi setelahnya, saya buka kembali lembaran-lembaran usang tersebut, dan membacanya tentu saja. Well, rasan

Dari #Dearmen

Dear Man, These are some funny things about girl that man should know if he wants to make his girl happy with him. (LOL) I found it on Twitter Trending Topic about #Dearman. #Dearmen , When your girl says “I love you”, She means it. #Dearmen , surprise her. Do things that make her smile, make her laugh, and make her want to kiss you right on the face. #Dearmen , When she's sad or sick, hang out with her or stay on the phone with her, even if shes not saying anything. #Dearmen , Leave her little unexpected notes. (Even if in the Twitter DM) saying how much she means to you. #Dearmen , Call her even if it's just to say hi. Call her back if she calls you.It means a lot to her. #Dearmen , Be spontaneous! When she starts yelling at you, listen to her and remember why you upset her so next time you won't. #Dearmen , Walk with her, even if its just around the block. #Dearmen , Take her to the library,playgrounds, and coffee shops. Tell her stupid jokes, whatever it ta

Banality of Evil

Astagfirullah.... Sungguh saya sangat tidak menyukai gambar yang saya posting sendiri di blog ini, (tengok gambar sebelah). Mengerikan bukan? Dengan alasan apapun dan untuk tujuan apapun saya sangat tidak menyukai dan mengutuk kekerasan. Cuplikan gambar di samping adalah sepenggal potret Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya di negeri saya tercinta Indonesia. Gambar tersebut saya ambil dari Harian Kompas.com yang menyoroti Satpol PP pada saat penggusuran makam Mbah Priok beberapa bulan yang lalu, (basi banget ya beritanya?). Di sana diberitakan bahwa ada sebanyak lima anak berusia belasan tahun yang sekarat setelah dipukuli oleh Satpol PP dengan tangan kosong dan tongkat di depan makam Mbah Priok. Meski sudah tersungkur babk belur dan tak berdaya di tanah, namun sejumlah Satpol PP tersebut terus memukuli lima anak tersebut secara bergantian. Tidak hanya satu orang, tapi anak-anak tersebut dikeroyok beramai-ramai. “Biarin, diamin saja biar mati sekalian. Teman kita

How to Handle Multi Levels Class

For the reason of class management efficiencies, some of the classes in New Concept English Education Center are managed in multi levels. Well, teaching class of children can be full of joys and distraction but teaching children with a different level of classes offers its own challenges to the teacher. Multi levels class can have different levels of students; it can be from the very beginning level, Pre-School up to the higher ones, elementary, or so on. On the surface, teaching multi levels class sometimes appears to be overwhelming. Successful multi levels class requires teachers to shift attention from teaching each group of multi level students and also to consider students as individuals, each with his or her own level of learning. Teachers who try to teach grade-specific curriculum to multiple-grade classrooms may become frustrated and often return to same-level class. Teachers who have instituted appropriate instructional strategies, however, find multi levels class to be exhi