Skip to main content

My iPod

Bla..bla..bla…bla…

Jujur nih saya bingung mau nulis apa. Lama tak nge-blog dan saya rasa, saya sudah tak produktif di bidang ini (lagi). Tergoda gadget baru nih. Sibuk ngoprak-aprik. Emang sih gak seautis kekasih saya, (Uhh dia mah, totally freak and autistic kalo udah berhubungan sama gadget, kadang saya malah dianggap gadget juga—loh loh nggak deeeng) tapi kenalan sama gadget ini lumayan menyedot perhatian saya dari lingkungan. (Tuh kan virus autisticnya menular)

Well yeahh, perkenalkan gadget baru saya.

Sibuah Apel groak, alias iPhone. Masih 3G sih, dan saya tidak berharap punya yg 4G. (Kalo saya pake 4G, si kiting kekasih saya yang autis itu pake apa ya??? LOL) Yah pokoknya mah 4G udah paling yang terkeren deh, katanya dengan senyum evil autisnya haha.

Nah, yang saya suka dari gadget ini ya karena apps-nya yang buaaanyyyaaakkkkk, trus saya bisa menjadi sangat mobile dan menjadi makluk social di dunia maya (dan anti-social di dunia nyata karenanya) lewat Twitter, Facebook, Foursquare, dan bla..bla..bla…

Tapi yang paling tidak bisa dipisahkan dari keseharian saya yaitu musiknya. Makanya mari kita kenalan dengan iPod yang ada di iPhone saya (loh penting gak sih). Hayu lah penting gak penting… Lagi ngacapruk yeuh, mohon dikasihani haha.

Saya orangnya sangat moody, jadi lagu yang saya dengarpun harus sekehendak mood saya itu. And this is the list.

  • Kalo saya lagi cengeng sampe termehek-mehek, saya biasanya dengerin lagunya A Fine Frenzy, sumpah deh nih lagu bisa bikin cengeng saya makin dramatis dan tragis. Saya bisa nangis kalo mengahayatinya. Halah lebay. Tapi bener deh, coba aja denger yang judulnya Almost Lover, Ashes and Wine, atau Near to You.
  • Nah kalo memulai kegiatan di pagi hari biasanya saya suka yang psychedelic, biar semangat dan bergairah. Nah kalo yang ini saya suka banget dengerin Metric, it's numero uno deh pokoknya. Lyricnya tajam, dalam, (absurd sih maksudnya) keren deh pokoknya. Atau kalo lagi gak waras saya suka yang nge-rock dan mendesah-desah lewat suaranya Karen O di Yeah Yeah Yeahs.
  • The Veronicas, cewek kembar asal Australia ini berhasil membakar amarah saya kalo saya sedang marah, terutama kalo lagi marah sama **** lol. Lagu-lagu mereka bikin semangat marah saya semakin membara halaaahhh. Etapi beneran loh mereka nyanyi kayak orang marah-marah dengerin deh Mouth Shut, atau Things Fall Apart, atau Untouched, atau ahhhh semuanya kayak orang marah-marah.
  • Nah kalo saya lagi ngerasa seneng or happy or kadang saya bisa centil banget itu karena saya dengerin logat Britishnya Lily Allen, Kate Nash, Feist atau Lenka dari Majalengka (aihh garing).
  • Mau sedikit lembut dan bercerita lewat lagu saya sangat menggilai Dewi Lestari, semua lagunya di Rectoverso seperti cerpen yang terkadang saya tafsirkan dan khayalkan sendiri. Kalo yang agak berat dikit maknanya itu Santamonica, duo suami-istri asal Indonesia ini punya lirik lagu yang keren-keren dan gak sembarangan loh. Sama juga dengan Mocca, band asal Bandung ini mungkin terinspirasi sama Club 8 yang bikin saya seperti berada di negeri dongeng.
  • Lil bit nineties dan bernostalgia sewaktu masih abg (tidak labil tentunya) saya mendengarkan Alanis Morrissette, Sixpence None The Richer, Shania Twain, Saras Dewi, and Mariah Carey.
  • Eits jangan tanya kenapa lagunya cewek semua…. (pokoknya jangan Tanya deh ini mah masalah mood LOL) Etapi ada playlist band cowoknya juga loh… saya suka banget sama suaranya n lagu-lagunya Coldplay oh Chris Martin you've melted me, I wud die for a guy singing me a song like you (gubraaakkk). Ada juga Stereophonics yang no comment ah, saya Cuma suka beberapa lagunya, sama seperti saya suka Dashboard Conventional.

Ah udah ah segitu aja, mungkin saya kurang update, saya hanya mau mendengarkan apa yang mood saya ingin dengar sih LOL

Comments

Anonymous said…
sedikit rekomendasi

sigur ros = depresif akut
the album leaf = merenung
sunless = relaksasi
pixie lott = beatiful voice
heavenly journey = album solo saya..hahahaha..promosi dikit

ndes, tulisan2mu dashyaaaaat..bikin zine personal aja ndes..

ibo
Dessy Aster said…
Ibo...???
Ini Ibo temen SMA gw? Apa kabar??
Wah iya beberapa udah punya tuh The Album Leaf emang menenangkan tapi lupa ditulis diatas.
Punya album solo hahaha keren2 :mj
sering-sering mampir yaaaa
mae alliswell said…
'feelin' your writing is like jumpin' to another world . I hope I can make my other own world outside real world as you, I guess,,lol..coz my world is too messy to be fixed..haha
Please keep on writing..
Dessy Aster said…
Maeeeeee (KAngen nih)
Apa kabar emang duniamu?? LOL
is that too messy to be fixed?

well I have too, (the messy absurd arogant jumping jugling witty world)
I fix it thru writing hehehe

tengkyu Maeee

Popular posts from this blog

#Day 7: Daisy, Kumbang dan Matahari Bercerita pada Taman

Than there to look upon the daisy, That for good reason men do name The ‘day’s-eye’ or else the ‘eye of day,’ The  Empress,  and flower of flowers all. I pray to God good may her befall.   ~Chaucer   Adalah bunga liar nan tumbuh bergerombol, kecil-kecil dengan warna putih dan nektarnya yang kuning, semarak menghiasi taman dengan kemilau yang mengharmonisasi hijau daun dan alang-alang. Ia selalu ingin bisa seperti mereka yang indah dan anggun menghiasi taman. Ia kemudian hanya bisa tersenyum simpul, tangkai dan kelopaknya berdansa kian kemari tatkala angin semilir meniup kehidupannya yang nyaris sempurna. Chaucer berfilosofi, daisy adalah "the day's eye" matanya hari, matahari. Ia mencuri bentuk Matahari. Bentuknya menyerupai mata sang hari, yang begitu indah menerangi. Tapi di sudut taman ini, ada setangkai Daisy yang merasa kelabu, harapannya kosong. Daisy yang tidak pernah bisa percaya diri, Daisy yang tidak pernah bisa melihat bahwa dirinya sa...

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha...