Skip to main content

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house."

"Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game.

"There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother.

"Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game.

"Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??"

"All right Mom," answered the boy but still playing with his game.

The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door.
"These are for you," he handed the pile of clothes over the one who knock the door and went back to continue his game.

A few minutes later there was another knock at the door. He ran to open it.
"You are too FAT!!!" he yelled to the second one who knock the door.
"My Mom said you're not allowed to come here again!!" He slammed the door and got his game on again.

A little later there was a third knock at the door. The boy came to open it.
"Come in, I'll make you a cup of tea, my Mom will be back soon."

His mother came home and found the beggar in the living room drinking tea.
"Oh No!!!" She cried, "If the beggar is drinking tea, what did you say to my friend???!"


(P.S: kalo gak salah ide cerita ini saya ambil dari buku pelajaran bahasa SMP)

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

#Day 7: Daisy, Kumbang dan Matahari Bercerita pada Taman

Than there to look upon the daisy, That for good reason men do name The ‘day’s-eye’ or else the ‘eye of day,’ The  Empress,  and flower of flowers all. I pray to God good may her befall.   ~Chaucer   Adalah bunga liar nan tumbuh bergerombol, kecil-kecil dengan warna putih dan nektarnya yang kuning, semarak menghiasi taman dengan kemilau yang mengharmonisasi hijau daun dan alang-alang. Ia selalu ingin bisa seperti mereka yang indah dan anggun menghiasi taman. Ia kemudian hanya bisa tersenyum simpul, tangkai dan kelopaknya berdansa kian kemari tatkala angin semilir meniup kehidupannya yang nyaris sempurna. Chaucer berfilosofi, daisy adalah "the day's eye" matanya hari, matahari. Ia mencuri bentuk Matahari. Bentuknya menyerupai mata sang hari, yang begitu indah menerangi. Tapi di sudut taman ini, ada setangkai Daisy yang merasa kelabu, harapannya kosong. Daisy yang tidak pernah bisa percaya diri, Daisy yang tidak pernah bisa melihat bahwa dirinya sama indahny