Duh lagi agak bosan nih, tiba-tiba ngudek-ngudek koleksi buku-buku masa kecil saya. Tercengang sama sampul bukunya. Eh, ternyata buku macam beginian yang saya baca dahulu kala. Saya mau review ya kawansss.
Dari kecil saya seneng banget baca goosebumps. Koleksi
goosebumps klasik saya banyak sekali sejak saya kelas 4 SD kalo gak salah.
Mungkin saat itu saya suka baca goosebumps karena kebanyakan karakternya emang
seusia saya, jadi saya berasa lagi meranin tokoh utama dalam novel tersebut. Nah,
memasuki era millennium baru, R.L. Stine, si penulis serial goosebumps ini ngeluarin goosebumps yang series 2000,
buat saya ceritanya gak semenarik yang series klasik. Too much fantasy yang kalo
menurut saya jadi less real kehidupan si karakter utamanya. Eh iya gak sih?
Menurut saya sih gitu. Kenapa? Karena dari judulnya aja udah kelihatan,
misalnya, kalo yang di seri klasik, judulnya simple-simpel banget kayak, “Kenapa Aku Takut Lebah”, “How I Learned to fly”, “Masalah Besar”, “Bergaya sebelum Mati” atau “Jangan
Sembarangan Mengucapkan Keinginan” judulnya sederhana dan melekat banget di
kehidupan sehari-hari anak remaja tanggung.
Nah, salah satu novel goosebumps series 2000 ini berjudul Be Afraid, Be Very Afraid, yang dalam
versi Indonesia diterjemahkan menjadi Permainan
Maut, novel ini saya baca waktu SMP akhir, (iya, walau udah SMP saya masih
suka baca yang beginian bukannya baca-baca teenlit lol, sumthin wrong??? dunno). Novel ini menceritakan
tentang, oopps, interrupt dulu, ini cerita yang saya inget aja ya, maklum saya bacanya berpuluh-puluh tahun lamanya hehehe, dan out of sudden gak tau kenapa
pengen ngerivew buku ini.
Oke, lanjut, novel ini bercerita tentang dua sahabat platonic Emily
dan Connor, yang pada saat itu sedang bosan-bosannya liburan musim panas tapi
doing nothing, hampir semua permainan sudah bosan mereka mainkan, dan hampir semua
buku sudah habis mereka baca. Namun, suatu ketika, tetangga mereka yang bernama
Mr. Zarwid menggelar the garage sale di depan rumahnya. FYI, Mr. Zarwid ini
orang yang aneh, Bapak-bapak hampir tua yang tinggal satu komplek dengan Connor
ini terkenal anti social dan tidak menyukai anak-anak, a.k.a. galak. Di garage
sale milik Mr. Zarwid ini, Connor dan Emily menemukan sesuatu yang menarik perhatian
mereka yaitu semacam kartu-kartu game kuno dengan karakter monster, ksatria, putri,
raja, penyihir, dwarf dan juga naga. Connor yang menemukan permainan kartu ajaib dan berniat
membelinya tidak ditanggapi oleh Mr. Zarwid, “kartu itu tidak dijual” Tapi
memang dasar jail, kedua sahabat tersebut mencuri kartu-kartu tersebut.
Permainan pun dimulai. Dan seketika itu pun horror dimulai.
Ketika mereka memainkan kartu monster, tiba-tiba di luar rumah mereka terdengar
sesuatu tumbang, dan terjadi gempa. Ternyata yang tumbang adalah tiang listrik
yang mengeluarkan percikan-percikan bunga api yang dirusak oleh seekor monster
buas nan besar yang mirip dengan monster yang ada dalam kartu. Dentuman gempa
berasal dari jejak-jejak kaki monster yang menjelajah kota. Penduduk ketakuan,
kota pun mencekam, belum lagi muncul naga-naga penyembur api. Connor dan Emily
ketakutan, mereka menyadari semua adalah kesalahan mereka, karakter-karakter
dalam kartu hidup semua. Emily dan Connor harus menyelesaikan permainan maut
tersebut untuk menyelamatkan diri mereka dan kota. Namun, apa yang terjadi,
kartu penyihir pun hidup, Connor dan Emily harus berhadapan dengan pernyihir
yang ternyata mirip sekali dengan MR. Zarwid. Apa yang harus mereka lakukan?
Akankah mereka selamat…??
Yah seperti itu kira-kira ceritanya, but u know what
ternyata cerita memang sampai di situ, tiba-tiba buku pun bertuliskan TAMAT
justru pada saat Connor dan Emily berada dalam situasi genting berhadapan
dengan sang penyihir maha sakti. But wait, ternyata kisah Connor dan Emily
merupakan kisah fiktif dari sebuah novel misteri yang sedang dibaca oleh dua
orang teman bernama Brenda dan Ross (karakter lain yang muncul dalam novel ini).
Kesal membaca cerita yang menggantung tentang petualangan Connor dan Emily,
Brenda dan Ross pergi berkeliling komplek, dan out of sudden bertemu dengan
seorang lelaki tengah baya bernama Mr. Wardiz yang menawarkan menawarkan mereka
sekotak kartu permainan maut. Apakah Brenda dan Ross menerimanya?? Siapakah
sebenarnya Mr. Zarwid dan Mr. Wardiz… hihihi lanjutannya baca aja. Saya sudah
cukup spoiling di sini.
Yup, untuk saat ini menurut saya emang cerita seperti ini cuma
thriller biasa yang nakutin anak kecil, tapi buat saya yang berusia belasan dan
belum baligh dahulu kala, kisah-kisah seperti ini bisa membuat imaginasi saya kaya, membawa saya discovering and wandering a new world. No one to tell me no
or where to go, or say, hey Des, you’re only just dreaming. Yah seperti itulah
hehe.
Comments