Skip to main content

Berhenti Kerja

Saya ingin berhenti bekerja.
Keinginan ini tercetus saat saya mendapati diri saya hamil anak kedua beberapa minggu lalu. Saya stress dengan ritme kerja saya, saya merasa letih dan selalu kecapekan dengan rute rumah - kantor - rumah yang memang tidak dekat, belum lagi kendaraan umum yang tidak dapat dijamin kenyamanannya.
Beberapa hari saya stress, menangis ketika hendak berangkat kerja karena mendapati Mikhail (anak pertama saya) belum bangun tidur -fyi, saya harus berangkat kerja jam 5 pagi- dan sedih ketika sampai rumah Mik sudah keburu tidur. Stress dan kelelahan saya ini mengakibatkan saya harus mengeluarkan flek beberapa kali dan ketika di USG oleh dokter SpOG hasilnya kurang bagus dan membuat saya menitikan air mata lagi. Saya cuma ingin bayi saya sehat dan terhindar dari stress yang saya rasakan.
Beberapa hari setelah itu saya merajuk pada suami saya untuk mengabulkan keinginan saya untuk resign. Beruntung saya mempunyai suami yang begitu pengertian. Saya tahu dengan menyetujui keinginan saya untuk berhenti bekerja di kantor maka bebannya akan semakin berat, karena penghasilan join income kami otomatis pasti berkurang, dan tagihan-tagihan bulanan tidak dapat kami hindari, harus tetap kami bayarkan. Mengingat hal ini saya merasa sedih, melihat wajah suami pun rasanya mau nangis karena saya merasa membebaninya. Wajahnya terlihat lesu...
Saya meyakinkannya bahwa saya tidak akan benar-benar menganggur, saya yang sudah terbiasa bekerja pasti akan kaget jika harus seharian seminggu full di rumah. Saya masih bisa mengajar, part time.
Beruntung saya masih punya beberapa link dari teman-teman yang akhirnya menawarkan saya untuk menjadi guru paruh waktu di beberapa course. Saya rasa dengan pekerjaan ini, saya masih bisa membantu suami, mencukupi kebutuhan akan perhatian pada anak saya, dan merawat janin dalam rahim saya tanpa stress pekerjaan kantor yang tiada berkesudahan.
Lagi pula saya percaya, rezeki sudah ada yang mengatur, Allah Maha Kaya, Allah Maha Pemurah, selama kita masih berusaha dan meminta padaNya, saya yakin bayang-bayang akan kesulitan keuangan kami ke depan akan pupus. Semoga saya membuat keputusan yang benar.
Amiin

Comments

Ezra Juliana said…
semangat mba dess!! God bless you :)

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

Quatrain About a Pot

"On a nameless clay I see your face once more My eyes are not that dim, obviously for seeing what is not there What is the worth of this pot, anyway, save part illusion? something that will break one day and for us to make eternal" (Goenawan Mohamad)

The Boy Who never Listened

One day a mother said to her son, "I must go out now and do some shopping. I want you to look after the house." "Yes, mother," the boy said. But he was not listening. He was interested only in his game. "There are three people will come to the house: first the butcher, then my friend and lastly a beggar," his mother explained. "Are you listening to me?!" cried the mother. "Yes, Mom," said the boy, but his eyes didn't leave his game. "Very well, when the butcher comes, tell him that his meat is too fat and he must never come here again!" ordered the mother. "Ask my friend to come in and give her a cup of tea. Finally give the pile of old clothes by the door to the beggar. Do you understand??" "All right Mom," answered the boy but still playing with his game. The mother went out and soon there was a knock at the door. The boy put his game down and went to open it. He saw a pile of clothes by the door. &qu