Skip to main content

Postmo for Dummies

The dummy writes for dummies about what postmodernism is. (Yup, that's me and...)

Ketika itu saya berada dalam sebuah presentasi kelas yang membahas tentang postmodernism, well, kala itu saya bertanya pada yang empunya presentasi, "Apa bedanya modern n postmodern???"

Saya yang saat itu sedang bingung bukan main (jujur aja karena emang gak menerapkan close reading) malah balik ditanya (sama dosennya pula) "Memang apa yang kamu ketahui tentang modern atau postmodern?"

Saya nyengir kuda dan menjawab sekenanya, tapi ternyata jawaban saya gak salah-salah amat (meski gak begitu bener juga, hehehe) ya karena semuanya serba absurd: termasuk saya. Dan sekarang setelah saya melewati semua proses perkuliahan tersebut saya bukannya lebih tahu akan pertanyaan itu, justru saya balik mempertanyakan semua pertanyaan-perrtanyaan yang jawabannya... (halah entahlah).

Beberapa hari yang lalu, saya menemukan harta karun, yang sudah agak berdebu, lusuh dan hampir robek (yup, buku), yang teronggok di dasar lemari buku saya. Saya membacanya kembali, dan saya mengutuki diri saya, kenapa waktu itu saya gak baca aja buku ini, judulnya Postmodern for Beginner dan bisa anda dapatkan disini: "klik aja" bahasanya mudah, bergambar pula, cocok buat orang yang bingungnya sama seperti saya dulu (sekarang juga sih).

Dari situ setidaknya saya bisa menyimpulkan beberapa point tentang postmodernism dan kritiknya terhadap modernism:

(Correct me if I was wrong)

Pertama: (menurut Lyotard) Adanya penolakan terhadap grand narasi yang diagung-agungkan pada modernism. Dan justru bertindak skeptis pada grand narasi tersebut karena dalam grand narasi tersebut tersembunyi pemikiran-pemikiran yang ideologis yang tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk memonopoli, menguasai, mendominasi, me... (apalagi ya??) suatu yang lebih inferior atau minor. Contohnya pemikiran bahwa kaum laki-laki harus melindungi perempuan yang sebenarnya hanya untuk mengamini bahwa laki-laki lebih superior dibanding liyannya. Lyotard juga lebih menekankan kepada heterogenity, yang mungkin maksudnya bahwa ide-ide
tidak harus dibungkus pada satu grand narasi tertentu melainkan membiarkan mereka tetap berbeda-beda, heterogen, dengan serpihan-serpihan kecilnya.

Kedua: (menurut Baudrillard) orang-orang yang hidup pada masa postmodern merupakan sekumpulan image ultra-technological yang mengkonsumsi dan juga dikonsumsi oleh kehidupan yang hyperreal melalui berbagai jenis media (TV, internet, film, iklan, majalah, dan antek-anteknya) atau disebut juga mindscreen, dimana kita hanya bisa menjadi pihak yang pasif dan menyerah, yang cuma bisa melihat bahwa kehidupan kita berada dalam media-media tersebut, atau malah sebaliknya kehidupan kita terbentuk oleh media-media itu.

Ketiga: Adanya peruntuhan, atau bahasa kerennya dekonstruksi terhadap oposisi biner, seperti laki-laki/perempuan, baik/buruk, hitam/putih, benar/salah, Barat/Timur, dll. Dalam hal ini postmodern berada dalam lingkup yang abu-abu yang menolak adanya pembeda terhadap kategori biner tersebut. Jika menurut kaum strukturalist, kata "laki-laki" merupakan bentukan untuk membedakan diri dari sifat "perempuan" (dia laki-laki karena dia bukan perempuan), menurut postmodernist signified dan signifier justru tidak memiliki batasan, aturan, atau keterikatan yang mutlak.


Keempat: (kali ini menurut Charles Jencks) saya cuma mengerti bahwa, adanya double coding, tentang representasi modernism dengan sesuatu yang lain yaitu, 'liyannya'--the Other. Para pemikir postmo berpendapat bahwa tidak ada sudut pandang yang dominan, semuanya menjadi plural dan menyerang the Other

Kelima: (menurut saya) Lalu masa setelah postmodern ini disebut apa ya? Post-postmodernism, post-hyperreality, post-deconstruction, post-postfeminism, hmmm saya pilih post-hansip aja deh, aman gak ada maling, loh???

Semoga setelah baca tulisan saya ini anda tidak menjadi lebih dumm dumm dibandingkan saya hehehe.

Comments

Popular posts from this blog

"Bagai Pasir di Tanah itu, Aku Tak Harus jadi Penting" (Seno Gumira)

Saya mengutip dari Seno Gumira "Bagai pasir di tanah itu, saya tak harus jadi penting." Karena saya adalah hanya saya, dan kesayaan inilah yang mungkin membuat saya berfikir bahwa saya tidaklah harus menjadi penting dan dipergunjingkan. Ini adalah hidup saya. Saya yang menjalaninya dan sayalah pula yang akan menanggung akibat dari baik atau buruknya suatu perbuatan yang saya lakukan, dan saya mencoba sangat untuk bertanggung jawab atas itu semua. Lalu anggaplah saya hanya sebagai pasir yang terhampar pada gundukan tanah itu, tak ada gunanya memperhatikan saya karena saya hanyalah materi yang mungkin sama dan tak penting. Tapi kenapa sepertinya kehidupan saya menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Saya tidak sedang merasa sebagai selebritis, tapi saya hanya merasa kehidupan saya yang sudahlah amat cukup terisolasi oleh ketidakhadiran dan ketidakpentingan saya, menjadi terusik. Sebenarnya pula saya bisa saja tidak peduli akan semua itu, seperti ketidakpedulian mereka terha

#Day 7: Daisy, Kumbang dan Matahari Bercerita pada Taman

Than there to look upon the daisy, That for good reason men do name The ‘day’s-eye’ or else the ‘eye of day,’ The  Empress,  and flower of flowers all. I pray to God good may her befall.   ~Chaucer   Adalah bunga liar nan tumbuh bergerombol, kecil-kecil dengan warna putih dan nektarnya yang kuning, semarak menghiasi taman dengan kemilau yang mengharmonisasi hijau daun dan alang-alang. Ia selalu ingin bisa seperti mereka yang indah dan anggun menghiasi taman. Ia kemudian hanya bisa tersenyum simpul, tangkai dan kelopaknya berdansa kian kemari tatkala angin semilir meniup kehidupannya yang nyaris sempurna. Chaucer berfilosofi, daisy adalah "the day's eye" matanya hari, matahari. Ia mencuri bentuk Matahari. Bentuknya menyerupai mata sang hari, yang begitu indah menerangi. Tapi di sudut taman ini, ada setangkai Daisy yang merasa kelabu, harapannya kosong. Daisy yang tidak pernah bisa percaya diri, Daisy yang tidak pernah bisa melihat bahwa dirinya sama indahny